Liputan6.com, Jakarta Ibu hamil sebaiknya pikir-pikir lagi untuk pindah rumah. Sebuah studi mengungkap bahwa dalam beberapa kasus aktivitas yang banyak bergerak saat mengurus pindah rumah dan menata ulang rumah baru selama kehamilan terkait dengan risiko kelahiran prematur.
Para peneliti menganalisis lebih dari 100.000 ibu hamil di Washington, Amerika Serikat. Peneliti menemukan bahwa wanita yang pindah rumah di trimester pertama kehamilan memiliki risiko 42 persen lebih besar untuk melahirkan prematur.
Baca Juga
Sekitar 37 persen dari mereka juga lebih mungkin untuk memiliki bayi dengan berat lebih rendah dari rata-rata, dibandingkan dengan wanita yang tidak banyak bergerak selama trimester pertama seperti dilansir Live Science, Selasa (10/9/2019).
Advertisement
Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Epidemiology and Community Health, AS ini hanya menemukan hubungan keduanya tapi tidak membuktikan bahwa bergerak terlalu banyak benar-benar bisa menyebabkan kelahiran prematur.
Mungkin ada faktor-faktor lain yang tidak dapat diperhitungkan oleh peneliti, seperti alasan untuk pindah yang dapat mempengaruhi risiko.
"Studi kami bisa dijadikan langkah pertama dalam mengidentifikasi bahwa bergerak terlalu banyak dapat dijadikan faktorl yang dapat diteliti lebih dalam," ucap salah satu peneliti, Julia Bond.
Bond juga menyarankan untuk memeriksa kondisi kesehatan mental saat pindah rumah.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Efek Stres?
Studi sebelumnya mengungkap bahwa wanita hamil yang mengalami stres pada trimester pertama seperti bencana alam, krisis ekonomi, dan kehilangan pekerjaan dapat memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kelahiran prematur.
Tetepi sedikit yang mengetahui risiko pindah rumah selama kehamilan dapat juga meningkatkan risiko kelahiran prematur. Dalam penelitian ini, sebanyak 9,1 persen yang pindah rumah saat trimester pertama melahirkan bayi secara prematur.
Selain itu, 6,4 persen dari mereka yang pindah rumah selama trimester pertama melahirkan bayi yang dianggap memiliki berat badan rendah.
Hasil ini ditemukan bahkan ketika peneliti telah memperhitungkan faktor-faktor seperti usia ibu, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, dan kebiasaan merokok.
Walaupun belum dapat mengungkap mengapa bergerak terlalu banyak pada trimester pertama dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur, sejumlah faktor dapat memainkan peran dalam hubungan tersebut.
Seperti adanya tekanan fisik atau tekanan emosional saat bergerak, gangguan terhadap dukungan sosial dan teman-teman yang mungkin akan tinggal lebih jauh setelah pindah.
"Menanyakan pasien tentang kemungkinan bergerak lebih banyak dan menggunakannya sebagai kesempatan untuk memberitahukan teknik mengurangi stres mungkin dapat bermanfaat," tutup para peneliti.
Penulis: Diviya Agatha
Advertisement