Liputan6.com, Jakarta Kepergian Presiden ketiga Republik Indonesia BJ Habibie untuk selamanya ditangisi oleh seluruh rakyat Indonesia. Tidak peduli suku, agama, daerah, ataupun ras mereka, semua ikut berduka atas wafatnya pria yang berjuluk "Mr. Crack" itu.
Ada satu kisah menarik dari BJ Habibie muda yang mungkin sudah banyak diketahui oleh orang-orang. Cerita di mana saat dia menempuh pendidikan di Jerman, dia harus salat di gereja.
Baca Juga
"Di tempat saya belajar, itu tidak ada masjid. Itu daerah Katolik, benar daerah Katolik. Gereja Protestan hanya satu, semua Katolik," kata Habibie dalam sebuah wawancara diunggah di akun Fimela Media tahun 2016 dalam sebuah situs berbagi video.
Advertisement
Dikutip Jumat (13/0/2019), kala itu Habibie yang akrab disapa Rudy mengungkapkan dirinya berada dalam kondisi kehabisan uang dan merindukan orangtuanya. Belum lagi, saat itu sudah mendekati Natal yang berarti memasuki musim dingin.
Simak juga Video Menarik Berikut Ini
Gedung Ini Dibuat oleh Manusia yang Cinta Pada-Mu
Habibie menceritakan bahwa ketika dia merindukan orangtuanya, dia tak segan untuk mendoakan keduanya meski harus masuk ke dalam gereja.
"Di depan gereja saya bilang, 'Tuhan gedung ini dibuat oleh manusia yang cinta pada-Mu. Saya juga cinta pada-Mu Tuhan dan saya yakin hanya ada satu Tuhan yang Maha Esa," kata pria yang saat itu masih berusia sekitar 17 tahun.
"Perkenankanlah saya masuk ke ruangan ini dan berdoa pada-Mu, untuk orangtua saya dan kawan-kawan saya. Perkenankanlah." Habibie menceritakan dia tak masalah dengan ornamen-ornamen gereja yang ada. Ia duduk di bangku belakang dan melakukan salat di sana.
"Saya di bangku terakhir duduk, walau sini (perut) keroncongan, saya Allahu akbar (melakukan salat), begitu," kata pria yang wafat di usia 83 ini.
Habibie sendiri dikenal dekat dengan tokoh Katolik, Romo Yusuf Bilyarta Mangunwijaya atau dikenal dengan nama Romo Mangun.
Dalam buku berjudul "Penziarahan Panjang Humanisme Mangunwujaya" karya Forum Mangunwijaya IV, Romo Mangun juga diketahui pernah memberikan sarannya pada Habibie yang saat itu menjadi presiden, terkait masalah Timor Timur di 1998.
Advertisement