Liputan6.com, Jakarta Salah satu pihak yang dirugikan oleh bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatera dan Kalimantan adalah para pelajar. Selain berisiko pada kesehatan, proses belajar mengajar pun terhambat.Â
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta agar pihak sekolah juga mempersiapkan strategi pembelajaran berbasis online (daring) atau melalui aplikasi di internet. Sehingga, peserta didik di wilayah bencana kabut asap tetap dapat mengikuti pelajaran tanpa harus keluar rumah.
Baca Juga
"Yang sederhana, para wali kelas dan siswa dapat membentuk grup per kelas, tugas-tugas dari para guru bidang studi dapat dikirimkan melalui grup WA (WhatsApp)," kata Retno Listyarti, Komisioner Bidang Pendidikan KPAI dalam rilis yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Rabu (18/9/2019).
Advertisement
"Bagi yang tidak paham tugas tersebut, dapat berdiskusi dengan gurunya langsung lewat japri (jalur pribadi)," Retno menambahkan.
Simak juga Video Menarik Berikut Ini
Orangtua Diminta Dampingi Anak Belajar di Rumah
Retno mengatakan, nantinya tugas-tugas tersebut dapat dikumpulkan saat masuk sekolah kembali atau bisa dikirim lewat surat elektronik (surel/email) ke guru.
"Sehingga para guru juga bisa tetap bekerja di rumahnya. Dengan demikian, proses pembelajaran tidak berhenti," ujarnya.
Lebih lanjut, orangtua didorong untuk memberikan fasilitas internet kepada anak untuk keperluan pembelajaran secara daring. Orangtua wajib mendampingi, membimbing, serta mengawasi anak-anak selama belajar di rumah.
Dalam pernyataan resminya, Retno bersama dengan Susianah Affandy, Komisioner Bidang Sosial dan Anak dalam Situasi Darurat KPAI menyatakan telah melakukan pengawasan ke Sumatera Barat untuk melihat dampak kabut asap terhadap proses pembelajaran di sekolah pada 13 dan 14 September lalu.
Dalam pemantauannya, mereka mendapati satu sekolah menengah atas dan pertama di Kota Padang, di mana para guru dan siswanya mengalami gangguan kesehatan akibat kabut asap. Hal ini membuat banyaknya siswa yang tidak masuk selama dua minggu terakhir.
"Salah satu SMAN ada yang rombongan belajarnya 29 kelas, ketika masing-masing kelas ada tiga siswa yang tidak masuk karena sakit, berarti sekitar 87 anak per hari yang sakit sehingga tidak bisa mengikuti pembelajaran," Retno mengungkapkan.
Advertisement