Liputan6.com, Jakarta - Sebagian besar orang mengonsumsi makanan terlalu cepat, sehingga tidak menyadari betapa banyak kalori yang dikonsumsi. Biasanya, ini sering terjadi saat seseorang makan terburu-buru saat sarapan.
Padahal, setidaknya dibutuhkan 20 menit dari waktu Anda mulai makan sampai otak mulai mengirimkan sinyal kenyang. Menikmati makan lebih lama akan memberi cukup waktu agar sinyal tersebut disampaikan ke otak, sehingga apa yang Anda makan akan berkurang.
Baca Juga
Sindrom metabolik sendiri merupakan salah satu penyebab penyakit jantung. Beberapa studi telah melaporkan bahwa terdapat hubungan antara kecepatan makan dengan kejadian peningkatan berat badan.
Advertisement
Faktanya, kecepatan Anda makan memengaruhi kemungkinan terjadinya sindrom metabolik di kemudian hari. Penelitian ini diikuti oleh 1083 sukarelawan yang diteliti, pada tahun 2008 dan 2013.
Â
3 Kategori Kecepatan Makan
Perlu diketahui bahwa pada dasarnya terdapat 3 kategori kecepatan konsumsi makanan, yakni lambat, normal, dan cepat. Informasi mengenai faktor gaya hidup seperti diet, aktivitas fisik, serta riwayat kesehatan didapatkan melalui kuesioner yang dapat diisi oleh para sukarelawan.
Berat badan diartikan meningkat jika bertambah sebanyak lebih dari 10 kg, dihitung dari usia 20 tahun. Setelah diikuti selama lima tahun, 84 orang didiagnosis dengan sindrom metabolik.
Rasio kejadian sindrom metabolik dari sukarelawan dengan kecepatan makan dari lambat, normal dan cepat adalah 2,3 persen, 6,5 persen, dan 11,6 persen secara berturut-turut.
Artinya, semakin cepat Anda makan, semakin besar risiko terkena sindrom metabolik. Selain itu, terdapat hubungan antara kecepatan makan dengan peningkatan berat badan, trigliserida, serta kolesterol HDL-C.
Kecepatan makan berhubungan dengan obesitas dan kejadian sindrom metabolik di kemudian hari.
Dalam studi ini, makan secara perlahan diindikasikan sebagai gaya hidup yang penting untuk mencegah sindrom metabolik pada orang Jepang.
Penulis :Â dr. Nabila Viera Yovita / Klik Dokter
Advertisement