Liputan6.com, Jakarta - Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKMUI) kembali melaksanakan rangkaian seminar Gizi untuk Bangsa (GUB). Stunting merupakan topik utama dari seminar tersebut.
Seminar yang bertujuan sebagai wadah edukasi untuk masyarakat tentang pentingnya peran gizi dalam penanganan stunting ini telah dilaksanakan sejak 2012.
Baca Juga
Tahun ini, tema dari seminar GUB ini adalah Kontribusi dan Keterlibatan Stakeholders dalam Penurunan Stunting, guna mendorong terciptanya kerja sama lintas sektor dalam upacara percepatan penurunan prevalensi stunting melalui intervensi gizi spesifik.
Advertisement
Seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Senin, 23 September 2019, stunting sampai saat ini masih menjadi tantangan di Indonesia.
Data RISKESDAS menunjukkan bahwa prevalensi balita stunting pada 2018 mencapai 30,8 persen. Itu artinya, satu dari tiga balita mengalami perawakan pendek akibat malanutrisi kronis.
Dokter Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Anak RSCM, Prof Dr dr Damayanti R Sjarif Sp.A(K) mengatakan, Indonesia saat ini merupakan negara dengan beban stunting pada anak tertinggi ke-2 di kawasan Asia Tenggara. Sementara di dunia menempati posisi nomor 5.
Â
Cara Atasi Stunting
Sementara itu, kata Damayanti, stunting hanya bisa teratasi selama periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Atau dari masa kehamilan sampai anak berumur dua tahun dan di saat otak anak berkembang pesat.
"ASI eksklusif penting diberikan selama enam bulan petama. Dan dapat diteruskan sampai anak berumur dua tahun," kata Damayanti.
Saat si Kecil berada di tahap pemberian makanan pendamping ASI (MPASI), Damayanti mengingatkan para orangtua untuk terus memerhatikan pola asupan gizi seimbang.
"Terutama untuk memberikan asupan karbohidrat, lemak tinggi, dan protein hewani," ujarnya.
Baru-baru ini, Profesor Damayanti bersama Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mengembangkan pilot project aksi cegah stunting di Desa Banyumundu, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Hasil inisiatif tersebut menunjukkan penurunan prevalensi stunting sebesar 8,4 persen dalam enam bulan, dari 41,5 persen menjadi 33,1 persen atau mencapai 4,3 kali lipat dari target tahunan WHO.
Dijelaskan, pendekatan intervensi gizi spesifik dilakukan dalam beberapa fokus, termasuk melakukan pelatihan (training) kepada tenaga kesehatan dan kader posyandu, mengembangkan sistem rujukan berjenjang untuk balita stunting dan berisiko stunting, dan implementasi tata laksana stunting oleh dokter spesialis anak dengan pengawasan yang dibantu oleh dokter puskesmas, tenaga gizi puskesmas dan bidan desa.
Advertisement