Liputan6.com, Maumere - Puskesmas Beru di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki satu ruangan khusus bagi pasien wanita yang ingin memasang alat kontrasepsi.
Ruangan yang tidak terlalu besar itu berada di lantai 1 puskesmas, satu lorong dengan kamar bersalin. Di dalam ruangan tersebut, terdapat dua kursi berwarna oranye yang disebut dengan meja ginekologis.
Baca Juga
Seusai mengikuti senam Ge Mu Fa Mi Re bersama masyarakat Kabupaten Sikka di Lapangan Kota Baru, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, bergegas menuju puskesmas dengan berjalan kaki.
Advertisement
Ditemani Kepala Puskesmas Beru, dr Venansia A Djado Bala, Hasto menuju ruangan pemasangan alat kontrasepsi sambil sesekali menyapa perawat dan perawat residen (koas) yang sedang bertugas.
Juga bersalaman dengan pasien yang tengah mengantre mendaftarkan diri untuk melaksanakan pemasangan kontrasepsi.
Hasto tampak takjub melihat ruangan tersebut. Mantan Bupati Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta ini tak menyangka, Sikka memiliki puskesmas dengan fasilitas selengkap ini.
"Ini namanya meja ginekologis," kata Hasto Wardoyo kepada Health Liputan6.com yang mengikuti kegiatannya.
"Meja ini dipakai untuk perempuan (pasang alat kontrasepsi). Posisinya kalau mau pasang IUD adalah litetomi. Litetomi itu posisi kangkang," dia melanjutkan.
Saksikan juga video menarik berikut
Pasang Alat Kontrasepsi Berupa Implan dan IUD
Di sebelah meja ginekologis, terdapat rak kecil yang berisi alat-alat pemasangan IUD dan implan. Di sampingnya persis, berdiri kokoh lemari yang ukurannya lebih tinggi untuk menyimpan alat-alat kontrasepsi seperti kondom.
Hasto mengatakan bahwa meja tersebut dan lemari yang ada di ruangan itu adalah fasilitas dari Dinas Kesehatan (Dinkes). Sementara penyuplai alat-alat kontrasepsinya adalah BKKBN.
"Alatnya ini ada yang beli (oleh) Pemda, ada yang dari Kementerian Kesehatan. Kalau alat kontrasepsinya dari kita," katanya.
Pagi itu sebanyak 20 orang mendaftarkan diri untuk pasang implan, dan 19 orang pasang IUD.
Dalam kesempatan itu Hasto mengatakan bahwa puskesmas adalah garda terdepan suksesnya Keluarga Berencana (KB). Menurut Hasto, BKKBN hanya sebagai generator, sementara puskesmas, bidan, dan dokter adalah lampunya.
Advertisement
Menurunkan Angka Kelahiran di NTT
Keberadaan Puskesmas Beru dengan fasilitas pemasangan alat kontrasepsi diharapkan dapat mengurangi angka kelahiran di NTT yang semakin tinggi saja.
Menurut Hasto, jumlah kelahiran di NTT bisa mencapai 110ribu setahun. Itu artinya, satu bulan bisa mencapai 10 ribu anak yang lahir.
Bila diibaratkan, jumlah sebanyak itu merupakan total penduduk dari tiga desa. "Di NTT ini sebulan bisa lahir tiga desa," kata Hasto.
Itu mengapa pentingnya mengendalikan persalinan dengan cara seperti ini.
"(diharapkan) pasien-pasien melahirkan, kalau bisa pas pulang langsung dilakukan kontrasepsi sesuai pilihannya, tidak ada paksaan mau pilih apa," katanya.
Langkah-langkah seperti ini memang diperlukan. Namun, akses seringkali menjadi faktor kegagalan para wanita untuk rutin melakukan pemasangan alat kontrasepsi berjangka.
Seperti yang disampaikan dr Venansia, cukup banyak yang memilih kontrasepsi suntik tapi setelah dia pulang ke kediamannya yang terletak agak pedalaman, suntik berikutnya menjadi telat.
Tidak cuma itu saja, stok ketersediaan alat kontrasepsi pun menjadi kendala.
"Biasanya, karena stoknya yang tidak ada. Pas ibu-ibu datang malah kosong, alat kontrasepsinya sedang tidak ada," kata Venansia di hadapan Hasto.
Mendengar 'curhatan' wanita yang tengah mengandung itu, Hasto mengatakan bahwa dirinya akan berdiskusi dengan gubernur dan bupati agar memerhatikan lagi perihal petugas layanan keluarga berencana (PLKB).
"Saya diskusikan dengan gubernur dan bupati," katanya.