Liputan6.com, Jakarta Pada 20 Juli 2012 petang, James Holmes keluar dari sebuah bioskop di Aurora, Colorado, Amerika Serikat, yang kala itu memutar film The Dark Knight Rises di malam hari. Tiba-tiba ia masuk dengan senjata dan menembaki tempat itu. Kejadian yang dikenang sebagai penembakan Aurora itu terangkat lagi ketika film solo Joker dirilis.
Film Joker yang disutradarai oleh Todd Phillips dan diperankan oleh Joaquin Phoenix tersebut membuat banyak orang was-was akan kemungkinan aksi kekerasan serupa 2012 silam terulang. Apalagi, kali ini musuh Batman itu diposisikan sebagai seorang protagonis.
Baca Juga
Ketakutan tersebut tidak lepas dari sebuah rumor yang mengatakan bahwa terdakwa Holmes memiliki masalah mental serta mengklaim dirinya sebagai Joker saat kejadian tersebut. Namun, kabar tersebut menimbulkan pertanyaan, benarkah itu?
Advertisement
Dikutip dari Screen Rant pada Selasa (8/10/2019), George Brauchler, jaksa penuntut dalam sidang penembakan Aurora mengatakan bahwa rumor tersebut tidaklah benar.
"Itu tidak benar. Jika itu adalah The Avengers, dia pasti ada di sana. Jika itu adalah Jurassic World, dia pasti ada di sana. Itu tidak ada hubungannya dengan apa pun yang terkait dengan Batman," kata Brauchler.
"Dia memilih film itu hanya karena dijamin penuh."
Simak Juga Video Menarik Berikut Ini
Psikiater Ungkap Pelaku Tak Terinspirasi Joker
Meski pada saat itu, juga terungkap bahwa Holmes memiliki masalah kesehatan mental yang sudah ada sejak masa kanak-kanak, psikiater William Reid, yang menanganinya tidak menemukan bukti bahwa pria yang saat ini berusia 31 itu terinspirasi dari tokoh Joker.
Selain itu, dikutip dari CPR News Reid dan psikiater lainnya, Jeffrey L Metzner menyatakan bahwa meski memiliki masalah skizoafektif dan skizotipal saat melakukan penembakan, Holmes juga tahu bahwa aksi tersebut ilegal dan salah secara moral.
Reid mengatakan bahwa warna rambutnya yang merah dan dianggap sebagai salah satu bentuk kekaguman pria itu terhadap tokoh badut jahat tersebut, tidak terinspirasi sama sekali darinya.
"Dia mengatakan bahwa pertama kali mendengar tentang Joker adalah dari seseorang di sel lain," kata Reid dikutip dari Vanity Fair.
Reid menambahkan bahwa pemeriksaan di rumahnya tidak menemukan benda apa pun yang terkait dengan karakter komik. Hanya ada satu topeng Batman yang ditemukan.
"Dia mendengar panggilan berkali-kali, 'hei Anda Joker' atau semacamnya."
Advertisement
Ketakutan Keluarga Korban
Namun, rumor tersebut kelihatannya tetap menjadi ketakutan tersendiri. Khususnya bagi mereka yang terdampak kejadian yang menewaskan 12 jiwa dan melukai puluhan korban itu.
"Kekhawatiran saya adalah bahwa satu orang yang mungkin ada di luar sana, dan siapa yang tahu itu cuma satu, yang berada ujung tanduk dan ingin menjadi penembak massal, bisa didorong oleh film ini. Itu menakutkan saya," kata Sandy Phillips, seorang ibu yang putrinya, Jessica Ghawi, meninggal dalam insiden itu dikutip dari Hollywood Reporter.
Warner Bros sebagai studio yang merilis film itu menyatakan bahwa mereka juga tidak mendukung aksi kekerasan tersebut. Mereka malah menyatakan bahwa dengan penuturan seperti di film Joker-lah, percakapan seputar isu-isu yang sulit seperti peredaran senjata, bisa dipancing.
"Tujuan dari film, pembuatnya, atau studio bukanlah mengangkatnya sebagai seorang pahlawan," jelas studio yang menaungi karakter-karakter DC tersebut.