Sukses

Turunkan Kualitas Hidup, Gejala Depresi Bisa Dilihat dari Tiga Hal Ini

Depresi membuat seseorang terganggu secara afek, kognitif, dan fisik. Apa saja gejalanya?

Liputan6.com, Jakarta Salah satu gangguan kesehatan jiwa yang banyak dialami orang saat ini adalah depresi. Kualitas hidup seseorang menjadi menurun karena masalah tersebut. Bahkan, kondisi tersebut juga bisa terjadi pada anak-anak.

Spesialis kedokteran jiwa Agung Frijanto mengatakan bahwa ketika seseorang depresi, dia akan mengalami berbagai penurunan dalam hidupnya.

"Ada tiga (gejala). Jadi dia akan mengalami gangguan afek atau moodnya, kemudian pada isi pikirannya atau kognitif, dan gangguan pada perilakunya. Jadi orang depresi semuanya itu menurun," kata Agung di kantor Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, ditulis Kamis (10/10/2019).

Ditemui usai temu media dalam rangka Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2019 Senin lalu, Agung mengatakan bahwa penurunan itu bisa terjadi di banyak hal. Mulai dari keinginan atau minat, perasaan, motivasi, sehingga membuat seseorang menjadi lebih diam.

"Ini yang harus membuat kita, keluarga atau guru, harus sadar. Jangan sampai siswa atau seorang anak yang tiba-tiba diam, malah didiamkan," kata Agung menjelaskan.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

2 dari 2 halaman

Berbagai Faktor Penyebab Depresi

Dalam presentasinya, Agung mengungkapkan bahwa gejala depresi secara umum adalah: pada afek yaitu sedih, kehilangan minat, apatis, tak bertenaga, iritabilitas, anhedonia, isolasi sosial, dan kecemasan; pada kognitif kondisi itu membuat orang mengalami rendah diri, konsentrasi dan daya ingat menurun, ragu-ragu, muncul rasa bersalah, hingga timbul ide bunuh diri; sementara secara fisik, dia akan mengalami rasa lelah, penurunan psikomotorik, gangguan tidur, nafsu makan, serta seksual.

Adapun, depresi sendiri bisa disebabkan oleh berbagai kondisi tertentu. Mulai dari secara genetik hingga karena lingkungan.

"Dalam ilmu medis ada faktor biologis. Faktor itu bisa bawaan, di mana dia memang sudah hormon-hormon, neurotransmitter bawaan di otak, memang punya kecenderungan depresi," ujar Agung yang juga sekretaris Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa itu.

"Bisa juga faktor psikososial. Dia diasuh oleh orangtua yang mudah depresi juga, sehingga dia meneladani sikap-sikap orangtuanya dia." Selain itu kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial serta spiritualitas atau religi.

"Religi atau spiritualitas berarti dia tidak memahami makna kehidupan atau mempelajari spiritual yang tidak benar. Itu juga bisa memperburuk kondisi kesehatan jiwa," Agung menjelaskan.