Liputan6.com, Jakarta Gaya hidup yang serba cepat membuat orang-orang jadi lebih suka membeli makanan cepat saji ketimbang memasak sendiri. Walaupun begitu, sebuah studi menemukan manfaat dari mengonsumsi makanan yang diolah sendiri.
Dalam sebuah penelitian dalam jurnal Environmental Health Perspectives, para ilmuwan menemukan bahwa orang yang lebih suka makan makanan cepat saji cenderung memiliki kadar per dan polyfluoroalkyl substances (PFAS) dalam darah mereka. Zat tersebut biasa berada dalam makanan kemasan, produk rumah tangga, peralatan dapur, serta air terkontaminasi.
Baca Juga
United States Environmental Protection Agency menemukan bahwa PFAS terkait dengan masalah reproduksi dan perkembangan, penyakit hati dan ginjal, efek pada sistem kekebalan, dan karsinogenik pada penelitian dengan tikus. Selain itu, beberapa studi menemukan bahwa zat itu berhubungan dengan kolesterol tinggi pada manusia.
Advertisement
Dilansir dari Medical News Today pada Sabtu (19/10/2019), para peneliti menemukan bahwa peserta studi yang mengonsumsi makanan yang dibuat di rumah atau masak sendiri, memiliki kadar PFAS lebih rendah dalam darah. Itu karena bahan yang digunakan segar dan dibeli secara langsung dari toko.
Simak juga Video Menarik Berikut Ini
Terpapar Bahan Kimia dalam Kemasan Makanan
Sementara itu, mereka yang sering makan di restoran dan sering mengonsumsi makanan cepat saji, memiliki lebih banyak zat tersebut dalam darah mereka. Hal itu karena makanan cepat saji mengandung kadar PFAS karena kontak dengan kemasan makanan yang juga mengandung kimia tersebut.
Studi itu sendiri dilakukan oleh Silent Spring Institute dari 10.106 peserta National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) di Amerika Serikat. Mereka juga diambil darahnya untuk analisis jejak PFAS.
"Hasil kami menunjukkan migrasi bahan kimia PFAS dari kemasan makanan ke makanan, bisa menjadi sumber penting paparan bahan kimia ini," kata salah satu penulis Laurel Schaider, ahli kimia lingkungan di Silent Spring.
Meskipun masih ada kekurangan dalam penelitian ini, termasuk data yang diambil di tahun 2003 hingga 2014, peneliti Kathryn Rodgers mengatakan bahwa yang terpenting adalah semakin sedikit makanan berkontak dengan kemasan, semakin rendah paparan bahan kimia berbahaya pada seseorang.
"Temuan terbaru ini diharapkan akan membantu konsumen menghindari paparan tersebut dan memacu produsen untuk mengembangkan bahan kemasan makanan yang lebih aman," kata Rodgers.
Advertisement