Sukses

Cuaca Panas Menerjang, Waspadai Gangguan Kesehatan Berikut

Cuaca panas bersuhu hingga di atas 38 derajat Celsius diprediksi berlangsung hingga akhir Oktober. Berikut gangguan kesehatan yang bisa terjadi.

Liputan6.com, Jakarta Cuaca panas sedang melanda beberapa wilayah Indonesia. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) penyebab cuaca panas tersebut karena posisi semu matahari saat ini sedang berada di sekitar equator, sehingga pemanasan dari sinar matahari maksimal.

"Hingga tujuh hari ke depan suhu tinggi masih berpotensi terjadi, terutama di Jawa, Bali, NTB, NTT dan Sulawesi," kata Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Fachri Radjab di Jakarta pada Sabtu (26/10/2019).

Terkait cuaca panas yang dirasakan sebagian masyarakat Indonesia, Sekretaris Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, Ahmad Yurianto mengingatkan risiko kesehatan yang mungkin terjadi. 

“Dampak cuaca panas ada tiga, yaitu kekeringan, kepanasan, serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Masing-masing dampak tersebut menyebabkan gangguan kesehatan,” jelas Yuri, sapaan akrabnya, dalam paparan yang diterima Health Liputan6.com pada Senin (28/10/2019).

Simak Video Menarik Berikut Ini:

2 dari 5 halaman

Penyakit Akibat Kekeringan

Gangguan kesehatan yang terjadi pada saat kekeringan bisa menimbulkan water born disease yakni penyakit yang bersumber dan berkembang melalui air. Beberapa water born disease yang kerap terjadi diantaranya diare, muntaber (muntah berak)  tipus, disentri, kolera, dan leptospirosis.

Untuk menangani water born disease, Yuri mengingatkkan pentingnya perbaikan kualitas air bersih. Diantaranya dengan perbaikan kualitas air bersih berupa pengelolaan air baku menjadi air jernih (air bersih), yang bisa diperuntukkan air minum dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Untuk air minum, masyarakat dapat memasak air hingga matang. Sehingga terhindar dari bakteri yang bisa menimbulkan gangguan kesehatan, seperti diare.

“Pengolahan air bersih selama musim kemarau, yang kerap terjadi kekeringan perlu dilakukan. Masyarakat bisa terlebih dahulu memasak air dengan merebus sampai mendidih. Itu dilakukan bila air dipakai sebagai air minum,” lanjut Yuri.

Sementara untuk keperluan lain, seperti mencuci baju, masyarakat bisa menerapkan klorinasi yakni pemberian klorin ke dalam air untuk membunuh bakteri.

3 dari 5 halaman

Serangan Panas yang Terik

Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Miming Saepudin, memaparkan suhu panas di atas 38 derajat Celsius akan dirasakan masyarakat hingga akhir Oktober 2019.

“Walaupun prakiraan awal musim hujan di wilayah Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua Barat umumnya antara November-Desember 2019, potensi suhu suhu panas di siang hari masih harus diwaspadai. Terlebih lagi (suhu panas) selama sepekan ke depan,” ujar Miming.

Adanya suhu panas rentan membuat tubuh kepanasan. Serangan heatstroke, dehidrasi, dan iritasi kulit termasuk beberapa gangguan kesehatan yang perlu diwaspadai saat panas. Terkait risiko itu, Yuri mengingatkan masyarakat memperbanyak minum air putih agar tetap terhidrasi.

“Banyak minum air putih ya. Paling tidak minum air putih dua liter sehari," saran Yuri.

"Jika, keluar rumah, sebaiknya gunakan pelindung (losion dan payung). Gunakan pakaian yang menyerap keringat dan tidak menghambat sirkulasi kulit bernapas. Perlu juga membatasi dari paparan sinar matahari langsung,” imbau Yuri saat temu media terkait cuaca panas di Kantor Kementerian Kesehatan Jakarta Selatan pada Jumat, 25 Oktober 2019. 

4 dari 5 halaman

Dehidrasi dan Heatstroke

Tanda-tanda dehidrasi saat cuaca panas, lanjut Yuri, cukup mudah dikenali. Yakni kulit kering serta warna air kencing yang keruh. Bila air kencing berwarna kuning keruh kemungkinan orang tersebut sudah mengalami dehidrasi parah.

Agar tidak dehidrasi, masyarakat bisa membawa bekal air putih untuk diminum secara berkala. Cara sederhana itu atas saran dokter spesialis gizi klinik Departemen Ilmu Gizi FKUI - RSCM Jakarta, Diana Sunardi melalui pesan tertulis kepada Liputan6.com beberapa hari lalu.

Ia menyarankan, sebelum haus menyerang sebaiknya minum air putih. Ketika Anda begitu kehausan, itu berarti tanda tubuh mengalami dehidrasi.

Senada dengan Yuri, Diana juga menyarankan, masyarakat untuk menggunakan pelindung saat berada di luar ruangan. Misalnya, menggunakan payung atau topi dan memilih pakaian yang 'ringan' sekaligus menyerap keringat.

Selain dehidrasi, risiko heatstroke juga perlu diwaspadai. Kondisi ini bisa menjadi ancaman serius, yang mana dapat memperparah riwayat penyakit yang diderita seseorang.

“Sebenarnya heatstroke diawali kelelahan akibat dehidrasi. Orang yang bersangkutan mulai enggak fokus. Konsentrasinya enggak bagus lantas kesadaran turun. Gejala akan rawan bagi kelompok rentan, yakni anak dan orang yang sudah punya riwayat penyakit,” terang Yuri.

“Dehidrasi ringan hingga sedang pada orang yang memiliki potensi gagal ginjal bisa mempercepat kejadian gagal ginjal.”

 

5 dari 5 halaman

Gangguan Pernapasan dan Karhutla

Cuaca panas juga menimbulkan kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Sumatera dan Kalimantan.

Lahan-lahan gambut yang sebagian besar terbakar mengakibatkan masyarakat sekitar yang terdampak mengalami beberapa gangguan kesehatan, seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

Kedua penyakit gangguan pernapasan akibat asap karhutla termasuk jenis air born disease (penyakit yang ditularkan melalui udara). Untuk menghadapi hal tersebut, Yuri meminta masyarakat terdampak tidak terlalu banyak melakukan aktivitas di luar rumah bila asap sedang pekat dan kualitas udara dalam kategori tidak sehat.

“Bagi masyarakat yang terdampak karhutla, hindari terlalu banyak keluar rumah. Jika tetap ingin menjalani aktivitas di luar, maka pakailah masker. Ini dapat melindungi Anda dari paparan asap karhutla,” Yuri menekankan.

Pencegahan

Yuri menjelaskan, salah satu pencegahan yang dilakukan Kementerian Kesehatan untuk menangani masyarakat yang terdampak asap karhutla, yaitu menyediakan ruang aman asap di rumah. Ruang tanpa asap dilengkapi dengan kipas pembuang udara, AC, air purifier, dan kain untuk menutup jendela.

Masyarakat juga bisa dengan menutup ventilasi menggunakan kain dakron yang dibasahi. Berdasarkan penelitian antara Kemenkes dan  Institut Teknologi Bandung cara tersebut terbukti mengurangi asap yang masuk ke rumah.