Liputan6.com, Yogyakarta Penyesuaian iuran BPJS Kesehatan dinilai tidak menjamin defisit Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan tertutupi apabila tidak dijalankan bersama dengan pencegahan masalah kesehatan di masyarakat.
"Mau dinaikkan, disesuaikan terus pun kalau misalnya dari preventif dan promotif care-nya itu tidak ada pasti akan seperti itu terus," kata Teguh Dartanto dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia di Yogyakarta, ditulis Selasa (29/10/2019).
Baca Juga
Teguh mengatakan bahwa penyesuaian iuran mungkin bisa berjalan dengan baik namun hanya bersifat sementara saja. Dia mencontohkan Taiwan yang harus berkali-kali menaikkan iuran JKN-nya untuk menutupi defisit yang terjadi beberapa kali.
Advertisement
"Kasus ini terjadi di Taiwan. Asal defisit dia naikkin, nanti balik lagi. Terus tiga sampai empat tahun kembali defisit lagi, naikkan lagi. Artinya memang, mau tidak mau preventif dan promotif care itu perlu," kata Teguh yang juga Ketua Klaster Penelitian Kemiskinan, Perlindungan Sosial, dan Pembangunan Manusia Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI tersebut.
Simak juga Video Menarik Berikut Ini
Hidup Sehat Jadi Solusi Jangka Panjang
Teguh mengatakan, bahwa apabila dahulu penyakit yang dialami masyarakat hanya seputar diare dan ISPA, saat ini penyakit tidak menular seperti jantung dan menghabiskan biaya besar lebih banyak dialami seseorang.
"Pergeseran penyakit ini kalau tidak diantisipasi itu pasti akan membebani," kata Teguh.
"Solusi tarif itu pasti ada, tapi itu salah satu solusi jangka pendek. Solusi jangka panjangnya ya promotif dan preventif, hidup sehatlah."
Advertisement
Penyesuaian Iuran Dibutuhkan
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Umum BPJS Kesehatan Kisworowati mengatakan bahwa penyesuaian iuran sangatlah diperlukan agar JKN-KIS tetap berjalan.
"Ada potensi pelayanan JKN-KIS terhenti kalau iuran tidak segera disesuaikan," kata Kisworowati. Dia mengungkapkan bahwa di 2019, penerimaan iuran tahun 2019 diprediksi mencapai 88,1 triliun. Namun biaya jaminan mencapai 116 triliun.
"Kalau ini tidak ditangani, maka defisitnya bisa mencapai diprediksi 32,8 triliun diperkirakan untuk tahun 2019," kata Kisworowati dalam pemaparannya.
Perhitungan BPJS Kesehatan mengungkapkan bahwa ada potensi kenaikan biaya jaminan dan defisit setiap tahunnya.
"Kalau iuran tidak disesuaikan, di tahun 2024, defisitnya bisa mencapai 77 triliun. Ini kan sesuatu yang bisa mengancam kesinambungan JKN-KIS. Padahal ini dibutuhkan masyarakat untuk menjamin pelaksanaan kesehatan," kata Kisworowati.