Liputan6.com, Jakarta Kanker payudara menjadi jenis kanker yang paling umum diderita kaum hawa. Rupanya, Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menjadi salah satu dari kaum wanita yang mengidap kanker payudara tipe HER2-Positif. Di hadapan tamu yang hadir, Lestari menceritakan secara singkat kanker payudara HER2-Positif yang diidapnya.Â
Lestari didiagnosis kanker payudara HER2-Positif pada Oktober 2016 silam. Tumor yang ada di payudaranya rupanya positif ganas. Pembedahan adalah upaya utama mengangkat tumor ganas tersebut.
Baca Juga
"Saya didiagnosis kanker payudara HER2-Positif pada Oktober 2016. Lalu operasinya bulan Desember (di tahun yang sama)," tutur Lestari dalam acara diskusi "Pentingnya Akses Pelayanan Pengobatan Berkualitas bagi Pasien Kanker Payudara HER2-Positif" di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Advertisement
"Pada Januari 2017, saya mulai aktif kemoterapi. Kemoterapi sampai 18 kali."
Kanker payudara HER2-Positif yang diidap Lestari tergolong stadium awal.
Â
Tetap Aktif Berpolitik
Meskipun tengah menjalani pengobatan kanker payudara HER2-Positif, Lestari tetap aktif di dunia politik. Ia diusung Partai NasDem untuk menduduki kursi MPR RI periode 2019-2024.
Wanita kelahiran Surabaya, 30 November 1967 ini maju sebagai calon legislatif Pemilu 2019 dari daerah pemilihan (Dapil) 2 Jawa Tengah. Masa-masa kampanye pun dijalaninya.
"Selama kampanye Pemilu 2019, saya minta libur sama dokter (tidak ke rumah sakit) tiga bulan. Tapi bulan Juli, saya akhirnya masuk rumah sakit," Lestari menambahkan.
Advertisement
Masih Jalani Terapi
Untuk kemoterapi, Lestari masih bolak-balik rumah sakit. Bila sebelumnya, ia 18 kali kemoterapi dalam waktu 6 bulan, kini tiap tiga minggu sekali dalam sebulan.
Untuk meningkatkan kualitas hidup, Lestari melakukan terapi lain selain kemoterapi.
"Target terapi sudah selesai tapi ada satu terapi lagi dan belum bisa dilakukan (menunggu waktu tepat). Saat ini, saya juga menjalani terapi imunologi dan gen," ujarnya.
Ia tidak menyebut lebih lanjut terapi apa yang akan dilakukannya. Perawatan tersebut juga tidak dilakukan di rumah sakit di Indonesia.
"Ya, kebetulan terapinya tidak di Indonesia (tidak menyebut nama lokasinya)," lanjut Lestari sambil tersenyum.