Liputan6.com, Jakarta Protein merupakan senyawa kimia yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Bahasa Yunani protein, yakni proteios, memiliki arti prima dan tidak tergantikan.
Pakar Gizi Universitas Indonesia, Prof. Dr. dr. Saptawati Bardosono, M.Sc. mengatakan bahwa sumber protein ada dua, yakni nabati dan hewani. Namun di Indonesia, asupan protein hewaninya masih sangat kurang, dibandingkan dengan Amerika.
Baca Juga
“Apa sih yang akan terjadi kalau kita kekurangan protein, terutama protein hewani? Banyak sekali,” kata Saptawati.
Advertisement
Berikut berbagai dampak lainnya bila tubuh kekurangan protein.
1. Sintesis menurun dan proteolisis meningkat
Tubuh yang kekurangan protein akan mengalami penurunan dalam sintesis protein, yakni proses pembentukan partikel protein serta peningkatan dalam proteolisis atau pemecahan protein dalam otot rangka dan seluruh tubuh.
“Kalau proteinnya masih kurang, otomatis protein yang ada di dalam tubuh kita akan dipecah. Akan dipecah sehingga terjadi pengurangan pada otot dan kerangka kita. Sehingga kita jadi kurus,” kata Saptiawati.
Misalkan ketika seseorang sedang sakit, tentunya tubuhnya akan semakin kurus. Hal itu akibat adanya pemecahan protein yang membentuk struktur tubuh dan dialihkan menjadi pendukung proses penyembuhan.
2. Kadar albumin rendah
Menurut pakar gizi itu, asam amino merupakan cerminan kondisi gizi seseorang. Kadar albumin merupakan protein utama yang diproduksi oleh hati dan ini yang biasa diperiksa oleh pihak rumah sakit.
“Kadar albuminnya harus normal. Kalau terjadi pemecahan protein, kadar albumin akan turun dan ini bahaya sekali. Kalau kita sakit dengan albumin yang rendah, kita akan tambah parah penyakitnya. Diobatin pun susah,” kata Saptiawati.
Hormon tidak seimbang
3. Hormon tidak seimbang
Saptiawati menekankan bahwa protein juga membentuk hormon. Kekurangan protein akan mengakibatkan berkurangnya insulin, ketidakseimbangan endokrin, hormon pertumbuhan, IGF-1, dan hormon tiroid dalam plasma.
4. Stres oksidatif meningkat
Kekurangan protein bisa mengganggu reaksi anti oksidatif, meningkatkan stres oksidatif dan mengakibatkan penuaan lanjut. Reaksi anti oksidatif adalah respon tubuh untuk mencegah kerusakan sel akibat proses oksidasi.
Menurut profesor Universitas Indonesia itu, tubuh selalu terpapar terhadap proses oksidasi, yakni karena adanya oksigen di sekitar kita. Protein diperlukan untuk melawan terjadinya ketidakseimbangan pertahanan tubuh dengan zat radikal bebas yang bisa merusak.
Advertisement
Stunting
5. Stunting
Saptiawati mengatakan bahwa banyaknya fenomena anak pendek di Indonesia sebenarnya diakibatkan oleh kekurangan protein dalam tubuh. Meningkatnya stunting dan terganggunya perkembangan (termasuk perkembangan kognitif) pada remaja juga diakibatkan oleh hal itu.
Tinggi badan yang kurang maksimal juga umumnya dikaitkan dengan perkembangan otak yang terhambat atau IQ yang rendah.
“Protein juga ternyata dibutuhkan untuk perkembangan otaknya,” kata Saptiawati.
6. Berisiko obesitas dan kelainan kardiovaskular
“Protein itu juga ternyata juga menjadi alat transport untuk zat gizi yang lain. Sehingga kalau kekurangan protein, otomatis vitamin A akan turun juga, besi akan turun juga,” kata profesor Universitas Indonesia itu.
Kurangnya zat gizi tentu berakibat fatal. Pembatasan pertumbuhan intrauterin pada defisiensi protein ibu bisa terjadi.
Akan ada konsekuensi negatif seumur hidup juga dalam pertumbuhan setelah lahir, metabolisme dan kesehatan, seperti meningkatnya risiko obesitas, infeksi, serta kelainan kardiovaskular.
Penulis : Selma Vandika