Liputan6.com, Jakarta Ada kecemasan yang beredar di masyarakat, makan satai dapat mengakibatkan kanker. Tak ayal, anggapan ini menimbulkan orang jadi enggan makan satai.
Pemahaman bahwa risiko kanker muncul karena satai yang menggunakan daging merah umumnya dimasak dengan cara dibakar menggunakan arang. Bagian daging satai yang gosong terbakar ketika proses pemanggangan dipercaya memicu timbulnya kanker.Â
Advertisement
Satai yang sudah dibakar bisa menggugah selera siapa pun. Bahkan, rasa tidak sabar mencicipi kerap dialami. Apalagi aroma bumbu kacang atau kecap bertabur cabai dan bawang yang wangi begitu menggoda.
Lantas, apakah benar informasi tersebut? Untuk mengetahui jawaban Cek Fakta Kesehatan tentang satai, Tim Health Liputan6.com bertanya kepada ahli kanker.
Penjelasan Ahli
Ahli onkologi medik Aru W Sudoyo menerangkan, daging merah yang dipanaskan dan dibakar sampai menghitam bisa berubah menjadi karsinogen (zat yang memicu timbulnya kanker).
"Kalau daging satainya sampai berubah hitam memang akan mengandung zat karsinogen. Tentunya, ini berbahaya karena memicu kanker," terang Aru saat memaparkan seputar kanker beberapa waktu silam.
Makan daging yang dibakar, menurut studi, bisa meningkatkan risiko kanker. Terlebih lagi satai yang dimasak dengan cara dibakar menggunakan arang.
Karsinogen terbentuk melalui proses pembakaran. Asam amino, gula, dan creatine dalam daging akan bereaksi pada suhu tinggi, yang membentuk heterocyclic amines (HCA) sehingga sel kanker bisa muncul.
Â
Advertisement
Tetap Bisa Makan Sate, Asalkan...
Risiko kanker pada satai bisa terjadi. Namun, bukan berarti Anda tidak boleh sama sekali mengonsumsi satai.Â
Zat karsinogen yang terbentuk pada satai dipengaruhi temperatur yang tinggi dan waktu pemanggangan yang lama. Hal ini membuat daging satai tampak menghitam atau gosong.
Maka sebaiknya hindari menyatai dengan suhu sangat tinggi hingga daging gosong. Makan satai yang dagingnya dibakar tidak terlalu gosong boleh saja.
"Makan satai ayam ya enggak apa-apa. Asalkan (dagingnya) enggak dibakar sampai gosong, hitam," jelas Aru, yang juga menjabat Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia.