Sukses

Ciri Anak Berisiko Stunting, Ketua IDI : Lahir di Bawah 47 Cm

Kenali tanda-tanda dan penyebab anak berisiko stunting

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Indonesia (PB IDI), Daeng M Faqih mengingatkan bahwa stunting merupakan persoalan serius yang harus cepat dibereskan.

Menurut Daeng, semakin banyak sumber daya manusia (SDM) yang terkena stunting, hanya akan menjadi beban bangsa.

"SDM seperti itu tidak memberikan banyak kemajuan untuk bangsa ini, karena pertumbuhannya terganggu," kata Daeng seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Rabu, 27 November 2019.

Hal ini diungkapkan Daeng dalam perayaan Hari Bakti Dokter Indonesia (HBDI) yang ke-111 dan Hari Ulang Tahun (HUT) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang ke-69 di area Parkir Selatan pintu 5, Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta, pada Minggu, 24 November 2019.

Peringatan HUT diselenggarakan melalui jalan santai (fun walk) yang dilakukan di area car free day (CFD). IDI bekerja sama dengan KlikDokter menyelenggarakan kegiatan tersebut dengan tema IDINESIA yaitu IDI untuk Indonesia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ciri-Ciri Anak Stunting

Pada kesempatan itu, Daeng mengatakan bahwa mudah sekali mengenali seorang anak yang berisiko stunting. Salah satunya dengan mengetahui panjang bayi saat dia baru lahir.

"Cara paling mudah mengenali stunting adalah pada saat lahir, panjang bayi tidak mencapai 47 sentimeter (cm). Penyebabnya karena asupan gizi yang kurang saat seorang ibu sedang hamil. Penyebab lainnya adalah pola asupan gizi yang tidak teratur. Kemudian ada penyakit yang tidak baik saat hamil, misalnya terjadi infeksi," ujarnya.

Itulah tiga penyebab utama anak menjadi stunting. Oleh sebab itu, perlu pengenalan stnting bagi calon pengantin dan ibu hamil.

Daeng, menjelaskan, hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi yang terkena stunting menyebabkan seluruh organ tubuh, terutama otak tidak berkembang baik. Kondisi ini berpengaruh pada perkembangan kepribadian seorang anak yang terkena stunting.

"Ke depan, kami dari IDI akan semakin masif melakukan kampanye anti stunting. Kami lakukan gerakan nyata dengan turun ke masyarakat sosialisi," katanya.

 

3 dari 4 halaman

Kata Dokter Soal Stunting

Salah satu sosok yang turut hadir dalam kesempatan itu adalah dokter sekaligus artis, Reisa Broto Asmoro. Dia pun mengatakan bahwa satu dari tiga anak di bawah lima tahun (balita) mengalami stunting atau gagal tumbuh karena kurang protein atau kurang gizi.

Data pada 2018 menunjukkan bahwa balita stunting di Indonesia mencapai 30.8 persen. Balita yang memiliki badan sangat pendek sebanyak 11.5 persen dengan tinggi badan terendah 19 cm.

"Ini tidak dapat dianggap sepele. Betul-betul membutuhkan perhatian khusus. Kita semua perlu ikut serta dalam menurunkan angka stunting ini," ujarnya.

Sementara Head of KlikDokter Mia Argianti mengemukakan penyuluhan kesehatan reproduksi pada remaja sangat penting dalam mencegah stunting. Anak remaja menjadi pintu masuk dan ujung tombak perubahan paradigma kesehatan. Pada masa remaja, pengetahuan tentang kesehatan penting untuk diketahui untuk menghindari hal-hal yang tidak dinginkan.

Menurut Mia, salah satu pengetahuan kesehatan yang penting di usia remaja adalah kesehatan reproduksi, karena dapat memicu terjadinya penyakit seksual menular, kehamilan di usia muda, dan kanker mulut rahim atau kanker serviks.

"KlikDokter sangat senang dapat bekerja sama dengan IDI karena penanggulangan masalah stunting, penyakit tidak menular, dan kesehatan reproduksi remaja dalam upaya mendukung pembangunan SDM yang sehat, produktif, dan berdaya saing, merupakan hal yang sangat penting," katanya.

"Pendekatan dengan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) yang baik dan tepat semakin melekat di hati masyarakat, promosi dan prevensi dalam kesehatan semakin berhasil, sehingga di masa depan, Indonesia dapat mencapai generasi sehat," Mia menambahkan.

 

4 dari 4 halaman

Apa Itu Stunting

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Dalam jangka panjang, stunting berdampak negatif untuk kecerdasan anak dan meningkatkan risiko anak untuk terkena penyakit tidak menular.

Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia pada tahun 2017. Angkanya mencapai 36,4 persen. Namun, pada 2018, angkanya turun menjadi 27,67 persen. Angka ini masih tinggi karena harus berada di bawah ambang batas standar WHO yaitu 20 persen.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.