Liputan6.com, Jakarta Bakteri yang kebal terhadap antibiotik diprediksi menjadi pembunuh nomor satu di dunia pada 2050. Prediksi tersebut terjadi bila penggunaan antibiotik tidak dikendalikan dengan baik.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tanpa upaya pengendalian global, resistensi antimikroba yang ditimbulkan dari bakteri kebal terhadap antibiotik diprediksi akan menjadi pembunuh nomor satu di dunia pada tahun 2050. Tingkat kematian mencapai 10 juta jiwa per tahun melampaui penyakit jantung, kanker, dan diabetes, serta menimbulkan krisis ekonomi global.
Advertisement
Antimikroba adalah satu jenis obat-obatan yang memiliki fungsi untuk membunuh atau menghambat laju pertumbuhan mikroba, yang mana salah satunya adalah antibiotik. Antibiotik digunakan untuk menyembuhkan infeksi bakteri pada manusia dan hewan.
“Tantangan memerangi laju resistensi antimikroba dan mengendalikan penyakit infeksi baru harus dipandang sebagai kewajiban dan tanggung jawab semua pihak," kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) I Ketut Diarmita melalui keterangan yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Rabu (26/11/2019).
"Oleh karena itu, semuanya harus senantiasa berupaya meningkatkan kompetensi profesional dan selalu menjaga agar penggunaan antibiotik tetap efektif sesuai kadar kecukupannya."
Simak Video Menarik Berikut Ini:
Kendalikan Resistensi Antimikroba
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat di sektor agrikultur (peternakan, pertanian dan perikanan) dan kesehatan manusia dapat mempercepat laju resistensi bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik (superbugs).
Direktur Kantor Keuangan USAID, Ravindral Suaris, mengakui, peran pemerintah Indonesia, terutama Kementerian Pertanian dinilai penting mencegah dan mengendalikan resistensi antimikroba.
“Tahun ini, menandai 70 tahun hubungan diplomatik Amerika Serikat-Indonesia. Selama lebih dari satu dekade, Amerika Serikat melalui Badan Pembangunan Internasional AS (USAID), telah bermitra dengan pemerintah Indonesia untuk memperkuat kapasitas Indonesia dalam mencegah dan mengendalikan penyakit," jelas Suaris.
"Baru-baru ini, upaya mengendalikan resistensi antimikroba menjadi bagian dari komitmen kedua negara terhadap ketahanan kesehatan global. Kami kerjasama antara sektor kesehatan masyarakat, kesehatan hewan dan produksi pangan."
Advertisement
Penerapan pada Peternak
Adapun upaya pengendalian resistensi antimikroba menyasar pada para peternak. Team Leader FAO ECTAD James McGrane menambahkan, pelaku usaha peternakan dan industri peternakan sangat berperan untuk mengendalikan laju resistensi antimikroba.
Menurutnya, peternak perlu menerapkan praktik-praktik peternakan yang baik (good farming practices), pencegahan, dan pengendalian infeksi (infection prevention and control). Hal ini meliputi penerapan biosekuriti, vaksinasi secara tepat, dan perilaku hidup bersih dan sehat.
"Ini jadi solusi pengurangan penggunaan antimikroba di peternakan. Harapannya, peternakan yang bersih dan terjaga, tercipta ternak yang sehat dan tidak mudah terkena penyakit,” ujar James.