Sukses

PUSTARA Tak Setuju Izin Edar Obat Dipegang Kemenkes

Menurut PUSTARA, izin edar obat dikeluarkan badan otoritas obat dan makanan di negara-negara manapun di dunia.

Liputan6.com, Jakarta Deputi Direktur Lembaga Kajian Pusat Studi Nusantara (PUSTARA), Agus Surono mengatakan bahwa di negara mana pu izin edar obat dikeluarkan oleh badan otoritas obat dan makanan.

Dalam hal ini, PUSTARA tidak setuju atas rencana Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto, izin edar obat akan dipegang Kementerian Kesehatan. 

"Yang namanya izin edar obat itu dikeluarkan oleh otoritas obat dan makanan di manapun di dunia. Ini mengikuti standar prosedur untuk memastikan setiap obat yang beredar dan dikonsumsi oleh manusia harus aman, bermutu dan berkasihat (Effective and Efficacy)," jelas Agus sebagaimana keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Minggu (1/12/2019).

Oleh karena itu, PUSTARA mengingatkan Komisi IX DPR RI untuk memanggil Terawan terkait izin edar obat. 

"Beberapa hari yang lalu, anggota Komisi IX DPR bersuara atas polemik tersebut. Kami menagih janji DPR memanggil Menkes Terawan sebelum masa reses DPR pertengahan Desember 2019 ini," tukas Agus.

Simak Video Menarik Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Timbulkan Kecemasan

Saat ditemui di Gedung Kementerian Kesehatan beberapa waktu lalu, Terawan menyampaikan, izin edar obat yang akan dipegang Kementerian Kesehatan agar persetujuan izin edar semakin cepat. Hal ini dinilai menciptakan iklim invetasi farmasi yang lebih baik.

"Izin edar obat yang dikeluarkan bisa semakin cepat. Dengan begitu pengusaha atau pemilik industri farmasi akan cepat juga memproduksi obat dan dipasarkan. Investasi obat juga lancar," ucap Terawan.

Terawan juga menyebut, kalau perlu izin edar obat itu satu hari bisa selesai. Sementara, Agus berpendapat izin edar obat hanya dalam 1-2 hari dianggap sangat fatal sekali.  Untuk memberikan izin edar obat bukan seperti mengeluarkan Surat Izin Mengemudi (SIM) kepada orang yang sudah selesai mengikuti rangkaian tes mengemudi. 

"Oh ya jelas, sudah pasti akan menimbulkan kekhawatiran atau ketakutan. Tidak saja bagi orang yang mengonsumsi obat, melainkan juga oleh dokter yang akan meresepkan obat," terang Agus.

"Apoteker yang meracik atau memberikan obat kepada pasien juga khawatir terhadap keamanan, mutu, efektifitas dan efikasi obat."