Liputan6.com, Jakarta - Sebagian orang yang besar di era 1980 sampai 1990 kemungkinan pernah merasakan minum sirup tinggi gula saat dia terkena sakit kuning atau hepatitis A.
Sirup tinggi gula ini pada zaman itu dikenal dengan sirup sarang sari. Minuman manis tersebut kerap dijadikan buah tangan ketika hendak menjenguk siapa saja yang diketahui sakit hepatitis.
Baca Juga
Disadari atau tidak, kebiasaan seperti itu masih terjadi sampai sekarang. Kepercayaan bahwa orang dewasa atau anak yang dirawat dengan hepatitis A harus mengonsumsi makanan dan minuman manis, sudah tertancap di kepala.
Advertisement
Hepatitis A yang banyak dipahami sebagai sakit kuning dikatakan Ketua PB Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, Dr dr Irsan Hasan SpPD KGEH, tidak ada antivirusnya sampai sekarang.
Pasien hepatitis A pun tidak perlu juga diberikan antibiotik atau antivirus, karena obat untuk sembuh dari penyakit ini hanya satu, yaitu istirahat.
"Kadang-kadang masih beredar mitos zaman nenek kita dulu, kalau sakit kuning harus minum sarang sari satu botol sehari. Sehingga ada anggapan, orang yang hepatitis harus makan dan minum yang manis-manis. Itu sama sekali salah," kata Irsan di Gedung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Pusat pada Rabu, 4 Desember 2019.
Â
Anggapan Lain Tentang Hepatitis A
Menurut Irsan, salah juga anggapan yang menyebut pasien hepatitis A tidak boleh makan makanan berlemak dan berminyak. Jelas, itu salah besar.
"Yang dianjurkan adalah makan bergizi," katanya.
"Hanya memang karena saking mualnya, saking enegnya kalau makan berminyak dia tambah eneg. Kalau seperti itu harus dikurangi," Irsan menambahkan.
Dikurangi bukan berarti tidak boleh sama sekali. Bahkan, kalau pasien punya kemampuan menyantap semua makanan, silakan saja.
"Tidak ada larangannya. Penelitian bahwa menunjukkan bahwa orang yang berpantang-pantang lemak atau minyak, justru lebih lama sembuhnya ketimbang orang yang makannya biasa," ujarnya.
Â
Advertisement
Hepatitis A di Depok
Kehadiran Irsan dalam kesempatan itu guna membahas perihal kasus luar biasa (KLB) hepatitis A yang terjadi di Depok, setelah mencuatnya kasus penyakit tersebut menyerang sejumlah orang di SMP Negeri 20 Depok.
"Kasus yang kita hadapi adalah hepatitis A. Selalu jadi pertanyaan, kalau ada A, selalu ada B, C, dan D. Sampai saat ini yang teridentifikasi sampai hepatitis D," Irsan menjelaskan.
Walaupun namanya A, B, C, dan D, bukan untuk menunjukkan sebuah 'kelas'. Tidak berarti sekarang ini terkena hepatitis A, bulan-bulan berikutnya naik jadi B.
"Ini betul-betul virus yang berbeda. Beda virus, beda sifat," katanya.
Â
Penularan Hepatitis A
Hepatitis A yang terjadi di Depok, berdasarkan investigasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tertular melalui fecal-oral atau lewat makanan.
Dan, orang yang menularkan virus tersebut adalah petugas kebersihan yang juga berjualan makanan di sana.
Petugas sendiri yang mengatakan bahwa dia jarang mencuci tangan dan tidak bersih saat menyajikan makanan.
"Hepatitis A ini tertularnya lewat makanan. Secara sifat, mirip dengan penyakit akibat virus dan bakteri, seperti muntaber. Hanya saja bersarangnya di hati, birusnya hidup di hati, makananya namanya hepatitis A," ujarnya.
Hepatitis A, kata Irsan, cenderung mudah terkena pada semua kalangan; anak-anak, dewasa muda, dan orang tua.
Pada dewasa muda dan orang tua, gejala yang sering terlihat adalah kuning. Itu mengapa hepatitis A dikenal dengan sakit kuning.
"Lebih bergejala pada orang dewasa dan orang tua. Pada anak kecil di bawah lima tahun, tidak ada gejala kuning. Semakin besar umurnya, semakin bergejala," katanya.
Irsan, melanjutkan, hepatitis A adalah penyakit yang bisa disembuhkan. Ini sekaligus menjawab ketakutan orang-orang yang percaya bahwa hepatitis A bisa mengakar menjadi kanker, sirosis, dan cangkok hati.
"Hepatitis A tidak akan menjadi kronik, sebagian besar sembuh," katanya.
Advertisement