Liputan6.com, Seoul Seorang pastor di Seoul, Korea Selatan menyelamatkan lebih dari 1.594Â bayi yang dibuang. Jumlah tersebut diperoleh dalam waktu 10 bulan terakhir. Alasan bayi-bayi itu dibuang, salah satunya tidak diinginkan untuk dilahirkan sang ibu.Â
Pastor Korea Selatan, Lee Jong-rak menyediakan tempat yang disebut babybox. Sebuah tempat untuk meninggalkan bayi yang dibuang. Tempat berbentuk kotak menyatu pada dinding bangunan gereja di Nangok, tempat tinggal masyarakat kelas pekerja keras di ibu kota, Seoul.Â
Advertisement
Ketika pintu babybox dibuka, tempat tidur bayi yang kecil dan selimut putih tersedia.
"Saat membuka pintu babybox, bel otomatis langsung bunyi. Bayi itu pun akan mendapat respons dari petugas yang datang dalam waktu 10 detik. Akan ada satu petugas yang keluar," jelas Jong-krak sebagaimana dalam tayangan video Asia One berjudul How This Korean Man Saved Over 1,500 Abandoned Babies, yang diunggah 6 Juli 2019.
"Bayi yang tidak dapat dirawat dan tidak terdaftar akta kelahiran atau dilahirkan dari ibu tunggal sebaiknya bayi jangan dibuang di mana pun. Jangan tinggalkan bayi, tetapi bawa dia ke sini (babybox). Ini adalah kotak yang menyelamatkan hidup bayi."
Jong-krak merupakan pastor dari dari Jusarang Community Church. Ia bekerja melindungi bayi yang dibuang.Â
"Banyak bayi yang dibuang karena masyarakat Korea Selatan undang-undang baru yang bertujuan melindungi hak-hak anak, justru memicu peningkatan jumlah bayi yang dibuang tanpa dokumen. Undang-undangnya soal proses adopsi lebih transparan dan mengharuskan orangtua mendaftarkan bayi yang baru lahir jika akan diberikan," ujarnya.
Simak Video Menarik Berikut Ini:
Ibu Muda yang Masih Remaja
Bayi yang dibuang karena ibu mereka tidak dapat mendaftarkan secara resmi, tidak punya pilihan selain datang ke babybox. Ada 60 persen ibu yang masih remaja. Bahkan ada ibu termuda berusia 13 tahun.Â
Dari data Jong-krak, bayi yang dibuang juga berasal dari ibu yang bercerai dari pasangan dan pekerja asing yang tidak memiliki dokumen kelahiran. Selain itu, bayi yang dibuang merupakan hasil incest (hubungan sedarah) dan pemerkosaan.
"Saat bayi dimasukkan ke babybox, dia akan aman berada di tangan petugas kami dalam waktu 10 detik. Kalau dari ibunya, petugas kami akan berkata, 'Mari kita mengobrol sebentar.' Jadi, kami mencoba dulu menasihati para ibu agar bisa membesarkan anaknya," Jong-krak melanjutkan.Â
"Kami mengembalikannya (bayi) kepada ibu mereka setelah mendapat dukungan dan nasihat. Sehingga mereka dapat membesarkan bayi. Jika bayi tidak bisa dikembalikan lagi ke ibu masing-masing, maka bayi akan dikirim ke panti asuhan. Tetapi proses dikirim ke panti asuhan cukup rumit."
Di atas babybox terpampang papan bertuliskan, 'Jika Anda tidak dapat membesarkan bayi karena dia (bayi) dilahirkan dengan kelainan bentuk atau Anda seorang ibu tunggal, jangan biarkan bayi meninggal. Bukalah kotak di bawah ini dan tempatkan bayi Anda di dalam.'
Advertisement
Bayi yang Tidak Diinginkan
Dari ratusan bayi yang ditaruh di babybox, Jong-krak menceritakan kisah memilukan di balik ibu sebelum mengirimkan bayinya ke babybox.
"Cukup mengejutkan, ada cerita seorang ibu yang melahirkan sendirian di kamar sewaannya. Dia mencekik bayi dengan niat untuk membunuh tetapi bayinya tidak mau mati. Ketika dia berbalik untuk melihat, bayi itu menjadi kaku," cerita Jong-krak dengan raut wajah sedih.
"Pada saat bayinya kaku, si ibu menyadari apa yang dia lakukan. Dia akhirnya merasa menyesal, lalu memeluk bayinya. Selanjutnya, dia merasa benci dan ingin melempar bayi ke tempat tidur. Tali pusar bayi masih menempel. Untung saja tidak jadi. Kemudian dia mengetahui tentang babybox di internet, lantas membawa bayinya kepada kami untuk dirawat."
Kasus lain yang sangat mengejutkan, seorang ibu yang tinggal di pegunungan melahirkan sendiri bayinya. Tak sanggup menghadapi kehadiran bayi, ia menggali lubang di sekitar rumahnya.Â
"Untuk apa? Dia ingin mengubur bayi itu hidup-hidup. Tapi bayinya mulai menangis. Setelah ibunya mendengar tangisan bayi, dia tidak bisa melanjutkan (mengubur bayi). Jadi, dia menutupi bayi dengan pakaian. Sambil digendong, ibu membawa bayi ke sini (babybox) dengan kondisi tubuh bayi belum bersih dari darah selepas dilahirkan," Jong-krak menambahkan.
Surat Penyesalan dari Ibu Bayi
Para ibu yang mengirimkan bayi ke babybox meninggalkan surat. Mereka menulis surat yang berisi akan kembali untuk mengambil bayi. Ada juga surat yang tidak bisa membesarkan bayi, tetapi mereka akan kembali suatu hari nanti.
"Saya punya lebih dari 10 buku tebal, kira-kira 14 atau 15 buku kumpulan surat-surat dari para ibu bayi ini. Buku berisi surat penyesalan dari ibu yang ditujukan kepada bayi mereka masing-masing. Surat-surat ini mengekspresikan rasa sakit, penderitaan, dan penyesalan yang dirasakan ibu karena tidak bisa merawat bayinya," Jong-krak melanjutkan.
Sambil membuka buku tebal dengan sampul berwarna putih, Jong-krak membacakan, salah satu surat dari ibu untuk bayi perempuannya bernama Haneul. Â
"Haneul, terima kasih sudah lahir ke dunia. Ibu minta maaf tidak bisa merawatmu. Tapi ibu yakin, kemanapun kamu pergi dan berada, kamu akan dihujani cinta dan tumbuh dengan baik. Ibu selalu berdoa agar kamu memiliki masa depan yang baik. Ibu cinta kamu, Nak," tulis ibu Haneul.
"Ada juga surat lain. Isinya, 'Ibu tidak punya pilihan selain meninggalkan kamu karena situasi tidak memungkinkan. Ini adalah satu-satunya hal yang bisa ibu lakukan (meninggalkan kamu di babybox). Ibu pasti akan kembali untuk kamu dalam waktu 5 atau 6 tahun ke depan. Maaf, ibu meninggalkan kamu."
Advertisement
Agar Para Ibu Mampu Membesarkan Anak
Fasilitas yang dimiliki babybox berupa ruang kamar dengan tempat tidur bayi. Petugas merawat bayi, dari memberikan makan sampai menggendong untuk menenangkan bayi.Bayi yang dirawat di babybox, beberapa di antaranya kembali ke ibunya.
"Aku sebenarnya diadopsi. Keluarga angkat aku telah melecehkanku. Aku meninggalkan rumah saat berusia 19 tahun. Aku pun hamil dan melakukan perawatan nifas di sini (fasilitas babybox). Saat pulih, petugas di sini bertanya kepadaku, 'Apakah Anda ingin melihat si kecil dan sesekali memberinya makan?" ucap seorang ibu.
"Dia, Yeon-woo kecilku menggenggam jariku. Tangannya begitu mungil, seakan dia berkata, 'Ibu, aku akan baik-baik saja.' Pada momen itulah aku benar-benar tidak ingin menyerahkan dia ke babybox."
Bagi Jong-krak, anak-anak yang kembali ke keluarga mereka sebanyak 30 persen. "Hal itu adalah hadiah yang berharga di komunitas kami," tambah Jongk-rak.
Di masa depan, Jong-krak berharap seharusnya tidak ada babybox lagi. Dalam hal ini, ibu tunggal mampu membesarkan anak sendiri.Â
"Saya ingin membangun sebuah desa, tempat di mana para ibu dengan aman membesarkan anak-anak dan hidup mandiri. Apalagi buat para ibu yang memiliki anak cacat, mereka bisa punya kebun kecil untuk ditanam tanaman sendiri demi mendapatkan makanan," tutup Jong-krak dengan wajah tersenyum.