Liputan6.com, Jakarta - Jika berbicara tentang gaya hidup yang sehat, tentunya setiap orang menginginkannya. Terlebih, di penghujung akhir tahun. Mulai dari menjaga pola makan seperti menjadi vegetarian, hingga melakukan diet seperti ketogenik.
“Jadi, vegetarian ini sebenarnya pola diet yang mengikuti gaya go green,” kata dokter spesialis gizi klinik Tirta sari di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Baca Juga
Tirta menjelaskan bahwa diet bergaya go green ini berbicara tentang sustainability – bagaimana menjaga planet supaya bisa diwariskan ke anak cucu dengan keadaan yang sama baiknya dengan apa yang sudah dijalani, dan sustainability ini menekankan pada apapun yang dimakan agar tidak merusak ekosistem.
Advertisement
Sebuah tulisan, penelitian, dan pembahasan yang diterbitkan dalam jurnal telah banyak yang membicarakan sustainability yang agak menganggu, yaitu tingginya konsumsi daging merah.
Efek daging merah terhadap green house tinggi karena emisi yang dikeluarkan oleh peternakan sapi dan kotorannya, sehingga terdapat sebuah gerakan untuk membicarakan sustainability agar konsumsi daging merah, daging sapi, atau daging peternakan tidak lagi tinggi.
Simak Video Menarik Berikut:
Dampak Vegetarian
“Bukan hanya for the shake for your health, for the shake of your body, tetapi juga tentang planet. Bagaimana caranya menyelamatkan bumi,” katanya pada Jumat, 27 Desember 2019.
Namun, jika berbicara tentang dampak menjadi vegetarian, Tirta juga menjawab, “Harusnya impactful. Karena protein adalah protein,”
“Bermanfaat bagi kesehatan iya, tetapi apakah menjadi satu-satunya jalan, tentu saja tidak. Personalize aja lah, liat dirimu, kamu butuh apa, lalu jalani,” tambahnya.
Komposisi asam amino yang dikandung dalam protein hewani dan protein nabati jelas lah berbeda. Jumlah protein nabati tidak selengkap yang dikandung protein hewani, sehingga ada satu titik dimana seseorang harus mengonsumsi protein hewani untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Jenis asam amino esensial dan vitamin B12 saja, misalnya, yang hanya terkandung dalam protein hewani.
Advertisement
Diet Ketogenik
Jika berbicara tentang diet keto, sebenarnya diet ini bukan lah diet baru. “Kalau mau ditambahin keto dan intermittent fasting, di Indonesia lahir jadi ketofastosis,” kata Tirta.
Tirta menambahkan bahwa kedua jenis diet tersebut mempunyai tujuan yang sama. “Yang satu adalah makan lemak untuk mencapai ketosis, yang satunya lagi berpuasa pada waktu tertentu sehingga memaksa tubuh untuk menggunakan cadangan lemak sehingga mengalami ketosis,” ujarnya.
Namun, dokter yang berpraktek di Rumah Sakit Pondok Indah ini juga memberi sedikit tips bahwa ketika melakukan diet, jangan sampai seseorang menjadi kelaparan.
“Ada pada poin tertentu, berpuasa itu baik. Tetapi kalau kita membiarkan diri kita dalam waktu lapar, selalu tidak pernah makan dengan jumlah yang dibutuhkan minimal oleh tubuh, maka tubuh kita yang sangat cerdas ini akan menurunkan kecepatan metabolismenya,” jelasnya.
“Ketika kecepetan metabolisme turun, maka disitulah awal mula bencana kegagalan diet,” tambahnya.
Bisa jadi diet yang awalnya berjalan sangat bagus, diet yang hilang 3 kilokgram, akan kembali 10 kilogram.
Penulis: Lorenza Ferary