Sukses

Perjuangan Jurnalis yang Harus Pompa ASI di Lokasi Liputan

Di tengah padatnya kerja jurnalis, ibu muda ini harus memompa ASI di lokasi liputan.

Liputan6.com, Jakarta Profesi jurnalis yang dilakoni Ica (26) tak menyurutkan tekadnya memberikan Air Susu Ibu (ASI) untuk sang buah hati. Di sela-sela liputan yang padat, ia harus tetap punya waktu untuk memompa ASI. Tanpa rasa malu atau enggan, lokasi liputan seakan menjadi tempat ‘bersahabat’ bagi Ica memerah ASI.

Tertegun sejenak saat aku menyimak ceritanya sebagai ibu pejuang ASI. Rasa kagum muncul betapa mengasuh dan merawat anak yang masih membutuhkan ASI eksklusif tampak dinikmati Ica. Aku dan Ica terakhir bertemu di sebuah restoran di bilangan Cikini, Jakarta Pusat beberapa hari, sebelum Tahun Baru 2020.

Di mataku, jurnalis yang sudah menjadi ibu muda ini sungguh energik dan periang. Setiap kali mengobrol, pembawaannya tenang, semangat, dan berpikiran positif.

 

“Ya, mau gimana lagi. Aku tetap harus pumping (pompa ASI) pas liputan. Sehari-hari kan di lapangan. Kalau di lokasi liputan, sebenarnya tempat buat pumping di mana aja. Asal enggak ada asap rokok, berisik, dan kotor,” tutur Ica, yang bekerja di salah satu perusahaan media ternama kepada Health Liputan6.com, ditulis Sabtu (4/1/2020).

“Biasanya sih di musala, ruang pers, sofa lobi, dan tempat ngopi pas lagi ngetik berita. Enggak masalah kok. Soalnya bawa apron menyusui (nursing cape), jadi bisa di mana aja (memompa ASI)."

 

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

2 dari 5 halaman

Tempat Liputan yang Panas

Tidak semua lokasi liputan punya ruang laktasi ataupun ruang khusus. Hal ini pun menjadi kendala Ica. Apalagi kalau tempat liputan kurang mendukung bagi ibu untuk memompa ASI. Tak ayal, tempat ngopi (kafe kopi) menjadi pilihan manis Ica.  

“Sebenarnya butuh ruang laktasi atau ruang khusus buat pumping agar lebih nyaman. Kendalanya, tempat liputan ada yang enggak memungkinkan. Panas dan banyak asap rokok. Jadinya, di tempat ngopi juga oke,” Ica menerangkan.

Terkadang jadwal liputan yang cukup padat membuatnya susah mengatur waktu pumping. Terutama durasi liputan yang lama dan harus bergerak dari satu lokasi ke lokasi lain. Dalam sehari, Ica bisa liputan dua acara atau lebih. Walaupun begitu Ica menyempatkan tetap memompa ASI.    

Lalu berapa jumlah ASI yang berhasil diperah di sela-sela liputan yang padat tersebut? Tanyaku penasaran.

 “Tergantung (durasi) liputan. Kalau dari jam 10 pagi sampai 5 sore, bisa dapat empat kantong ASI Perah (ASIP). Sedangkan, liputan yang hanya sampai jam 2 siang, kadang-kadang 2 sampai 3 kantong ASIP. Aku langsung taruh (simpan) di kantong ASIP ukuran 100 ml,” tutur Ica, yang mana anak pertamanya baru beranjak 11 bulan.

3 dari 5 halaman

Bawa Tas Khusus ASI

Jika teman-teman jurnalis lain hanya membawa satu tas biasa, Ica harus menenteng tas yang tampak berat dan penuh. Sebuah tas khusus ASI berisi dua ice gel besar dan alat pompa ASI.

Keduanya diupayakan tetap dingin di bagian khusus mirip ice box. “Di bagian atas mirip ice box ini, ada alat pompa ASI elektrik, apron, kantong ASIP, dan dompet,” Ica menambahkan.

Untuk produksi ASI perah, ia tidak ada masalah dan cukup memenuhi kebutuhan si kecil bila  lapar. Ketika di rumah, Ica tetap memompa ASI untuk stok sekaligus menyusui sang buah hati secara langsung.

Satu pembelajaran dari Ica, yang dapat dijadikan inspirasi ibu pekerja yang berjuang menyusui. Bahwa ASI dapat berlimpah jika kita berpikir positif. Tidak stres dan terbebani dengan pekerjaan.

“Soal pengaruh stres kerjaan dan produksi ASI, aku enggak ada masalah kok. Yang penting, mindset-nya (pikiran) harus positif biar ASI berlimpah, dibawa enjoy (menyenangkan),” pungkas Ica.

“Kalau memang niat jadi busui (ibu menyusui) sekaligus berkarier, jangan banyak ngeluh. Nikmati saja.”

4 dari 5 halaman

Pekerjaan Bukan Beban

Bukan rahasia lagi jika ibu pekerja yang menyusui didera stres. Stres dengan pekerjaan dan membagi waktu merawat anak yang masih membutuhkan ASI eksklusif. Namun, Ica mengakui, dirinya tidak stres antara bekerja dan mengurus si kecil.

“Enggak stres sih. Lagian aku (selama hamil) udah ada persiapan. Baca-baca dulu bagaimana cara ngurus anak sambil bekerja. Dan enggak sulit karena terbiasa pada tiga bulan pertama cuti megang anak,” cerita Ica saat menjadi ibu menyusui pada 2019.

Ia pun membeberkan cara membagi waktu antara bekerja dan mengurus anak. Pertama, kalau waktunya kerja harus fokus bekerja. Anak dipegang pengasuh dan tidak memikirkan anak dahulu saat kerja.

Kedua, pekerjaan seharusnya bukan menjadi beban. Diupayakan Ica menuntaskan mengetik berita yang merupakan tanggung jawab dari kantor.

Ketiga, bangun pagi dan tidur malam dengan cepat. “Jadi pas pagi harinya bisa beberes rumah, sarapan dulu, cek proyeksi (berita populer, penugasan liputan) di grup kantor. Setelah itu ngurus anak saat dia bangun. Kasih sarapan dan mandiin juga,” Ica menuturkan.

5 dari 5 halaman

Bukti pada Diri Sendiri dan Suami

Keempat, Ica rajin minum vitamin agar badan fit dan memperbanyak makan. Makanan sehat, sayuran, dan buah-buahan. Kelima, kalau pekerjaan sudah kelar, Ica fokus menghabiskan sisa malam bersama anak dan suami.

Sebelum menutup obrolan yang inspiratif ini, aku bertanya, ‘Motivasi apa dan siapa yang menguatkan Ica sebagai ibu pekerja dan busui?'

“Anak dan suami sih pastinya. Dari awal, aku mau tetep kerja. Jadi, aku berusaha nge-buktiin ke diri sendiri dan suami: kalau tetap bisa kerja sambil ngurus anak. Enggak ngeluh biar mindsetnya enggak buruk,” tutup Ica.

Tak ada kecemasan soal ASI kurang. Meski meninggalkan anak dengan pengasuh dan mertua di rumah selama bekerja, Ica mampu memenuhi asupan ASI.

Teringat beberapa perjumpaan dengannya selepas ia cuti tiga bulan, raut wajah Ica terlihat tenang. Menikmati diri sebagai jurnalis sekaligus ibu menyusui.