Sukses

120 Ribu Anak Terancam Tak Dapat Vaksin HPV Lanjutan

Vaksinasi HPV yang terlambat membuat Putih Sari, Anggota Komisi IX Fraksi Gerindra menyayangkan ketidakefektivan kinerja vaksin, dan juga mubazirnya anggaran negara yang dikeluarkan.

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 120.000 anak perempuan yang pernah melakukan vaksin Human Papilloma Virus (HPV) pada November 2019 terancam tidak mendapatkan HPV lanjutan.

Ketua Satuan Tugas Imunisasi Prof. Dr. Cissy B. Kartasasmita mengonfirmasi keterlambatan vaksinasi HPV ini karena adanya masalah ketersediaan vaksin, sekaligus menyayangkan kejadian ini. "Kalau memang vaksinasi dianggap penting, seharusnya keterlambatan ini tidak terjadi,” katanya seperti dikutip dari keterangan resmi yang Health-Liputan6.com pada Senin, 13 Januari 2020.

Selain itu, penyebab keterlambatan pelaksaan vaksinasi dosis ini ditengarai karena adanya perubahan mekanisme pengadaan di internal Kementerian Kesehatan pada saat rapat kerja kementerian kesehatan dengan DPR RI.

“Kelihatannya ada perubahan kebijakan-kebijakan menteri baru yang memengaruhi pelaksanaan program, tidak hanya vaksin HPV tapi juga pengadaan obat yang kemudian tertunda,” kata drg. Putih Sari, Anggota Komisi IX dari Fraksi Gerindra.

Putih juga menegaskan pihaknya untuk terus mengawal proyek vaksinasi itu, meskipun Komisi IX tidak memberikan batas waktu tentang kapan pelaksaan HPV ini harus segera dilakukan. “Kami sudah mengingatkan kementerian agar segera terlaksana karena kasihan juga anak-anak kalau sampai terlambat nanti jadi tidak efektif dan mubazir, jatuhnya buang-buang anggaran,” tegasnya.

Simak Video Menarik Berikut:

2 dari 2 halaman

Efektivitas kerja vaksin

Setelah melakukan vaksinasi HPV pertama kali yang diakukan pada 2016 di Jakarta dan 2018 di Yogyakarta, Surabaya, Makassar, dan Manado, harus dilakukan vaksinasi dosis kedua dengan rentan jarak 15 bulan.  

Vaksinasi HPV ditujukan untuk memberikan antibodi dalam tubuh dalam melawan serangan HPV yang umumnya ditemukan lebih dari 130 tipe penyakit ganas. Salah satunya kanker serviks, mengingat saat ini Indonesia menjadi negara dengan kanker serviks tertinggi di dunia, dengan lebih dari 50 persen diantaranya meninggal dunia.

Menurut penelitian, proteksi maksimal dilakukan melalui pencegahan primer berupa vaksinasi usia dini, dimulai dari 9 tahun. Namun, dengan adanya keterlambatan, vaksinasi dapat berujung dengan ketidak efektifan dan mubazir terhadap anggaran.

Suntikan pertama dari vaksinasi HPV ini  adalah bekerja untuk menghasilkan sel memori dalam tubuh, dan seharusnya suntikan kedua bekerja terhadap reaksi suntikan pertama untuk agar tubuh bisa langsung mengeluarkan antibodi untuk melawan virus. Meski begitu, Cissy menambahkan bahwa masih ada rentang waktu yang bisa dikejar pemerintah untuk segera melaksanakan vaksinasi sebelum 15 bulan dari vaksinasi dosis pertama.

 

Penulis: Lorenza Ferary