Liputan6.com, Jakarta Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) merilis 13 daftar tantangan kesehatan dunia yang mendesak untuk ditangani mencapai Sustainable Development Goals pada 2030.
"Semua tantangan dalam daftar ini menuntut respons yang lebih dari sekadar sektor kesehatan," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus seperti dilansir dari laman resminya pada Kamis (16/1/2020).
Baca Juga
"Kita menghadapi ancaman bersama dan memiliki tanggung jawab bersama untuk bertindak," kata Tedros.
Advertisement
Dia menambahkan, serangan virus bahkan lebih mematikan ketimbang teroris. Berikut ini bagian kedua dari 13 tantangan kesehatan yang dihadapi dunia selama satu dekade ke depan.
7. Perlindungan dari Produk Berbahaya
Makanan yang tidak aman dan diet yang tidak sehat bertanggung jawab atas sekitar sepertiga dari beban penyakit global saat ini. Belum lagi, kelaparan masih menjadi masalah.
"Pada saat yang sama, orang mengonsumsi makanan dan minuman yang tinggi gula, lemak jenuh, lemak trans dan garam."
Kelebihan berat badan, obesitas dan penyakit yang berhubungan dengan diet juga meningkat secara global. Selain itu, tidak semua negara memperlihatkan penurunan penggunaan produk tembakau. Rokok elektrik juga mulai menunjukkan bukti-bukti dari bahaya yang bisa muncul.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Investasi Tenaga Kesehatan
8. Berinvestasi pada Tenaga Kesehatan
WHO menilai, kurangnya investasi dalam pendidikan dan pekerjaan tenaga kesehatan, serta kualitas upah menyebabkan kekurangan tenaga kesehatan di seluruh dunia.
"Dunia akan membutuhkan 18 juta tenaga kesehatan tambahan pada tahun 2030, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, termasuk 9 juta perawat dan bidan."
9. Menjaga Keamanan Remaja
Lebih dari 1 juta remaja usia 10 sampai 19 tahun meninggal setiap tahunnya. Penyebabnya mulai dari kecelakaan, HIV, bunuh diri, infeksi saluran pernapasan, hingga kekerasan.
"Penggunaan tembakau, tembakau, narkoba yang berbahaya, kurangnya aktivitas fisik, hubungan seks tidak aman, dan paparan terhadap penganiayaan anak semuanay meningkatkan risiko penyebab kematian ini," WHO menjelaskan.
Advertisement
Penggunaan Teknologi Baru
10. Mendapatkan Kepercayaan Publik
Kepercayaan membentuk pasien ketika mengandalkan layanan kesehatan dan mengikuti saran petugas seputar vaksinasi, minum obat, hingga penggunaan kondom.
"Kesehatan masyarakat dikompromikan oleh penyebaran informasi yang salah di media sosial, serta melalui terkikisnya kepercayaan pada lembaga-lembaga publik."
Karena itu, penguatan layanan kesehatan primer penting sehingga orang mampu mengakses layanan lebih efektif serta mampu mengenal para tenaga kesehatan dalam komunitasnya. Selain itu, perusahaan media sosial juga harus memastikan bahwa informasi kesehatan yang diberikan bisa dipercaya.
11. Pemanfaatan Teknologi Baru
Teknologi baru merevolusi kemampuan dalam pencegahan, diagnosis, hingga pengobatan. Meski begitu, ini juga berpotensi menimbulkan pertanyaan dan tantangan baru seputar pemantauan dan regulasi.
"Tanpa pemahaman yang lebih dalam tentang implikasi etis dan sosialnya, teknologi-teknologi baru ini, yang mencakup kapasitas dan menciptakan organisme baru, dapat membahayakan orang-orang yang seharusnya mereka bantu," tulis WHO.
Ancaman Resistensi Anti-Mikroba
12. Melindungi Obat-Obatan
Resistensi anti-mikroba mengancam dunia kembali ke era sebelum kemunculan antibiotik.
"Munculnya resistensi anti-mikroba berasal dari berbagai faktor yang datang bersama-sama, untuk menciptakan kombinasi yang mengerikan, termasuk resep dan penggunaan antibiotik yang tidak diatur, kurangnya akses ke obat berkualitas dan terjangkau, serta kurangnya air bersih, sanitasi, kebersihan, dan pencegahan serta pengendalian infeksi."
13. Menjaga Kebersihan di Layanan Kesehatan
Satu dari empat fasilitas kesehatan di dunia kekurangan layanan air bersih. Padahal, hal tersebut bersama sanitasi dan kebersihan sangat penting dalam sistem kesehatan.
"Kurangnya dasar-dasar ini di fasilitas kesehatan mengarah pada perawatan berkualitas rendah dan peningkatan kesempatan infeksi bagi pasien dan petugas kesehatan," WHO menjelaskan.
Advertisement