Sukses

Istri Melahirkan, Menteri Lingkungan Hidup Jepang Ambil Cuti Ayah

Hal ini pun menjadi sorotan dunia karena ia menjadi pejabat publik pertama yang mengambil cuti ayah.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Lingkungan Hidup Jepang, Shinjiro Koizumi mengumumkan kelahiran putranya dan mengambil hak cuti ayah pada Jumat lalu. Hal ini pun menjadi sorotan dunia karena ia menjadi pejabat publik pertama yang mengambil cuti ayah.

Seperti diketahui, cuti paternitas atau cuti ayah merupakan waktu libur seorang ayah yang bisa diambil setelah istri melahirkan atau baru saja mengadopsi anak. Cuti jenis ini jarang digaji, mungkin ini salah satu penyebab jarang/hanya sedikit ayah yang mengambil cuti paternitas. Beberapa perusahaan memang menawarkan cuti paternitas dalam jangka waktu harian hingga mingguan.

"Sangat menyenangkan mengetahui ibu dan anak saya sehat. Saya lega dan senang bahwa saya hadir. Namun saya akan mengambil cuti selama dua minggu sampai tiga bulan selama tidak  memengaruhi tugas parlemen dan kabinet," katanya, seperti dikutip Aljazeera.

Koizumi mengakui bahwa keputusannya untuk mengambil cuti ayah merupakan topik sensitif di Jepang karena memiliki kelebihan dan kekurangan. "Ini adalah pertama kalinya bagi seorang menteri untuk mengambil cuti ayah, dan setiap kali Anda melakukan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya, kritik selalu melekat," katanya.

Politisi berusia 38 tahun itu sadar betul bahwa ini adalah keputusan yang sulit. Namun Koizumi berharap bahwa keputusannya bisa membuka jalan bagi karyawan pria lainnya untuk turut membantu istri merawat anak.

Bulan lalu, Koizumi bahkan mengadopsi kebijakan bagi pegawai negeri pria untuk mengambil cuti lebih dari sebulan bila memiliki seorang anak. Hal ini menyusul angka kelahiran di Jepang yang terus menurun. Tak heran bila pemerintah Jepang mulai giat mempromosikan cuti ayah. 

 

Simak juga video menarik berikut ini:

2 dari 2 halaman

Manfaat Cuti Ayah

Babycenter.com melaporkan, cuti ayah pertama kali diberlakukan di California, Amerika. Para karyawan pria dapat mengambil cuti hingga enam minggu dengan bayaran sebagian untuk merawat bayi). Rhode Island juga telah mengesahkan undang-undang cuti keluarga berbayar, dan negara bagian lain juga sedang mempertimbangkan hal serupa

Namun meskipun cuti ayah ini telah lama disahkan, ada banyak pria yang enggan mengambilnya. Menurut Ross Parke, profesor psikologi di University of California di Riverside dalam bukunya bersama Armin Brott, Throwaway Dads, ambatan utama ada di benak para ayah yang takut cuti bisa membahayakan karier mereka. Padahal di negara maju, sebagian besar pria dan wanita telah sadar betul pentingnya bagi untuk memberi pekerja waktu istirahat untuk memenuhi tanggung jawab keluarga.

Dikutip dari laman Newyorktimes, Ankita Patnaik, seorang ahli ekonomi dan matematika yang mengembangkan kebijakan di Washington, D.C membeberkan manfaat cuti ayah. Dalam penelitiannya, ia menemukan bahwa saat seorang ayah membantu pekerjaan istrinya, hal ini akan mengurangi ambisi istri untuk bekerja profesional.

Richard Petts, sosiolog Ball State University yang meneliti dampak cuti paternitas pada keluarga Amerika, mengatakan bahwa ia tidak menemukan bukti kuat bahwa cuti paternitas meningkatkan karier para ibu, tetapi yang jelas hal ini bisa merekatkan hubungan keluarga yang akhirnya berimbas pada perbaikan kualitas pekerjaan di kantor.

Sedangkan menurut pengalaman Nathaniel Popper, penulis di New York Times, cuti ayah yang ia ambil mempermudahnya untuk merawat kedua anaknya, terutama saat mereka sakit. Sehingga memungkinkan sang istri untuk mengerjakan hal lain seperti memasak atau melakukan pekerjaan rumah lebih cepat. Ia sendiri mengaku masih kewalahan seperti kebanyakan orangtua lain dalam menghadapi anak-anak kecil, tetapi setidaknya ia merasa lebih mudah jika ia dan istri menghadapinya bersama-sama.

Di sisi lain, Jennifer Baxter, Senior Research Fellow di Australian Institute of Family Studies, mengatakan, cuti ayah juga sangat bermanfaat bagi anak. "Cuti ayah bisa menciptakan hubungan yang kuat antara ayah dan anak. Sebab ayah dilibatkan dalam kegiatan pengasuhan anak seperti membantu bayi makan, mengganti popok, bangun di malam hari, mandi dan membaca untuk anak. 

Dalam studinya, ia juga menemukan, beberapa bukti yang menunjukkan kognitif anak lebih baik saat ayahnya mengambil cuti ayah. "Anak-anak yang sering berinteraksi dengan ayahnya selama cuti panjang, cenderung memiliki prestasi yang lebih baik," pungkasnya.