Sukses

KPAI Minta Guru Peka Tangani Anak yang Sedang Bermasalah

Guru ada penyelamat pertama saat mengetahui ada anak didiknya atau muridnya yang bermasalah

Liputan6.com, Jakarta - Dalam pertemuan yang dilakukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi DKI Jakarta mengenai masalah bunuh diri pada salah satu anak didik di SMP di Ciracas, Jakarta Pusat, dilakukan assesmen terhadap anak-anak yang mengikuti ekstrakurikuler saat SN lompat dari gedung, dan jatuh tepat di lapangan sekolah.

Puluhan anak yang mengikuti kegiatan eksul itu melihat SN tergeletak dan mengaku shock dan membutuhkan assesmen psikologi.

“Bukan hanya anak-anak ini, tapi satu sekolah mengalami goncangan terhadap peristiwa ini. Itu berpengaruh mulai dari kepala sekolah, guru, sampai murid-muridnya,” kata Komisioner (KPAI) Retno Listyarti yang berbicara di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada Kamis (30/01/2020).

Dari total ratusan murid, sekitar 24 yang menyaksikan. Dan, dari 24 anak itu, terdapat satu anak yang ternyata punya masalah keinginan bunuh diri.

“Ada beberapa yang harus di rujuk ke puskesmas karena di sana terdapat psikolog kesehatan mental,” ujar Retno.

Dengan kondisi seperti ini, KPAI merekomendasikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan pelatihan bagi para guru agar memiliki kepekaan dan mengetahui cara mendeteksi peserta didiknya yang bermasalah dan bisa berpotensi melakukan bunuh diri.

 

Simak Video Menarik Berikut:

2 dari 2 halaman

Bukan hanya BK, tapi juga guru

Tidak hanya wajib memiliki kepekaan, guru juga harus memiliki empati terhadap anak-anak yang bermasalah, dan mengetahui teknik mengenali anak-anak yang terkena.

Pelatihan ini diperuntukan bukan hanya Bimbingan Konseling (BK), tetapi juga kepala sekolah, dan para guru yang menjabat sebagai wali kelas dan pembina ekstrakurikuler.

“Namun kami meminta agar guru BK ini diperkuat untuk mampu tidak hanya sekedar konseling, tetapi juga mengenali anak-anak tertentu yang memiliki tanda atau masalah, atau yang diduga memiliki ide bunuh diri,” kata wanita yang menjabat di bidang pendidikan ini.

Selain itu, Retno juga meminta adanya sistem pengaduan untuk mencari pertolongan. “Perlu diinformasikan di sekolah bahwa pertolongan bisa didapatkan dari banyak tempat. Jadi ada telepon 112, ada P2TP2A, KPAI, dan lain-lain,” jelasnya.

Selain itu, sekolah juga perlu didorong untuk segera menerapkan program Sekolah Ramah Anak (SRA) karena di dalam SRA sudah memenuhi perlindungan terhadap anak dan menjamin tumbuh kmebang anak secraa optimal.

Dinas Pendidikan juga diharapkan memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dan juga dapat merujuk kasus ke lembaga yang berwenang. Retno menjelaskan, khusus DKI Jakarta, KPAI mendorong dengan APBD yang begitu besar dapat mampu memiliki satu psikolog pendidikan untuk satu sekolah sehingga bisa membantu anak-anak maupun guru yang bermasalah.

“Karena guru yang bahagia, biasanya akan mengajar lebih enak, dan biasanya guru bahagia juga tidak melakukan kekerasan,” ujarnya.

 

Penulis: Lorenza Ferary