Liputan6.com, Garut - Sebuah rumah bercat putih agak krem yang terletak di dalam gang sempit di kawasan Kampung Bentar Girang, Kelurahan Kota Wetan, Kecamatan Garut Kota sekilas tampak seperti tempat tinggal dua tingkat biasa. Namun, saat sudah menginjak area dalam, yang terlihat justru rumah 'megah' tingkat empat dengan jendela yang cukup banyak.
Rumah tersebut kepunyaan Nurdin, seorang pasien tuberkulosis (TB atau TBC) yang sudah dinyatakan sembuh sejak dua tahun lalu. Menurut pria 37 tahun itu, salah satu faktor yang membuat dia harus bersahabat dengan TB, lantaran dahulu rumahnya jauh sekali dari kata layak huni.
Baca Juga
Oknum Akademisi Klaim Rokok Elektrik 95 Persen Lebih Aman, RUKKI: Tak Miliki Dasar Ilmiah yang Kuat
Daftar Pemain Timnas Indonesia VS Filipina di Piala AFF 2024, Lino Kembali, Trio Bek Tetap Bertahan
Timnas Indonesia Harus Panen Gol saat Melawan Filipina di Laga Akhir Grup B Piala AFF 2024, Tak Sekadar Raih 3 Poin
Baca juga:Â Sembuh dari Tuberkulosis, Nurdin Cerita Perjuangan Selama Berobat dan Menghadapi Stigma
Advertisement
Dulu rumah Nurdin sempit. Fasilitas MCK (mandi, cuci, kakus) tidak memadai, jendela dan ventilasi udara pun tak ada. Selama bertahun-tahun, keluarga Nurdin tidak pernah tahu rasanya disapa hangat sinar matahari saat bangun tidur di pagi hari.
"Rumah saya dulu tidak begini. Ini dulu pengap, gelap, dan tidak ada cahaya matahari yang masuk," kata Nurdin kepada Health Liputan6.com pada Selasa, 28 Januari 2020.
Â
Yang Mendesain Rumah Sehat Pasien Tuberkulosis
Adalah Yayasan Arsitektur Hijau Nusantara (Yahintara) yang merancang dan merenovasi rumah Nurdin. Ketua Yahintara, Ruli Oktavian ST IAI, mengatakan, Yahintara mengetahui keberadaan Nurdin dari Aisyiyah, organisasi wanita yang peduli terhadap pasien TBC.Â
"Mereka concern sekali terhadap pemantauan TB. Mereka dan kami (para arsitek di Yahintara) memiliki pandangan yang sama bahwa dari rumah yang memadai kita akan terbebas dari penyakit, termasuk tuberkulosis," kata Ruli.Â
Kader Aisyiyah jugalah yang sudah menyelamatkan Nurdin dan istri dari stigma para tetangga terhadap TB.
Menurut Ruli, banyak penderita tuberkulosis yang tinggal di rumah padat penduduk atau kampung-kampung. Orang seperti Nurdin, ujar Ruli, jumlahnya amat banyak.Â
Lebih lanjut dia, mengatakan, ketika pasien TB sudah berobat ke rumah sakit lalu sembuh, tapi di rumahnya bakteri penyebab tuberkulosis masih hidup lantaran tidak adanya paparan sinar matahari. Kondisi itu tidak menutup kemungkinan pasien akan terkena lagi atau malah menularkannya ke anggota keluarga yang lain.
"Rumah yang baik itu, rumah yang menyerap sinar matahari. Matahari itu gratis, setiap hari ada. Supaya matahari masuk, kami buatkan jendela, ventilasi yang dibutuhkan, dan kami bikin tingkat," kata Ruli.
Â
Advertisement
Rumah Sehat, Bakteri Penyebab Tuberkulosis Mati
Penjelasan serupa disampaikan juga oleh Kepala Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Jawa Barat, drg Maya Marinta Montain M Kes. Ia mengatakan, rumah yang mengizinkan sinar matahari masuk secara leluasa membantu seluruh penghuni terbebas dari penyakit TBC.
Maya mengatakan bahwa Mycobacterium tuberkulosis, bakteri penyebab TBC, dapat mati sendiri kalau terpapar sinar matahari.Â
"Kalau rumahnya sehat, kecil kemungkinan untuk kena. Kalau misalnya kena, akan cepat pula bakteri tuberkulosis-nya itu terbunuh," kata Maya.
Itu mengapa saat merenovasi rumah pria yang berprofesi sebagai penjahit, tim dari Yahintara memastikan bahwa rumahnya harus memiliki banyak jendela.
Ruli menyebut model rumah tempat tinggal Nurdin sebagai Rumah Harapan, yaitu rumah murah, sehat, dan mapan.
Saat rumah akan mulai direnovasi, Nurdin, istri, dan kedua anaknya mengungsi dulu ke rumah sanak keluarganya selama 14 hari.
Â
Disebut Rumah Murah
Rumah itu disebut rumah murah lantaran saat proses pengerjaan, Yahintara meminta para tetangga untuk membantu dan tanpa diberi upah.
"Saya tidak kasih upah, karena saya ingin mendorong pentingnya gotong royong. Kalau si A yang sakit, B dan C yang membantu. Begitu pun sebaliknya," kata Ruli.
Dengan begitu, dana yang digelontorkan buat merenovasi rumah tersebut hanya sebesar Rp24 juta.
"Pendanaan pure cari dana sendiri. Kami buka donasi di sosial media," katanya.
"Pak Bupati juga menyumbang, tapi lebih ke kebutuhan barang-barang dapur," Ruli menambahkan.Â
Pembangunan rumah sehat bukan baru pertama kali Ruli dan Yahintara lakukan. Mereka sudah memulainya sejak 2016. Sedangkan untuk menyulap rumah layak huni bagi pasien TB, pertama kali dilakukan di Cipanas di tahun yang sama.
Â
Â
Advertisement
Latar Belakang Pembangunan Rumah Sehat
Banyak hal yang melatarbelakangi Ruli dan Yahintara melakukan hal itu. Menurutnya, banyak orang yang tinggal di kampung padat yang tidak teredukasi mengenai kesehatan lingkungan.
"Nah, bagi kami ini sebagai momentum supaya orang lihat, dan jadi contoh. Apalagi kami melibatkan banyak orang, dalam hal ini tetangga. Biar mereka berpikir 'Wah, saya enggak mau sampai sakit, capek.'. Ya, karena orang yang sakit ini akan berhenti kerja dulu, jadinya tidak efektif," ujarnya.
Â
Renovasi rumah Nurdin dilakukan di bulan Ramadan 2017. Nurdin merasa saat itu seperti mimpi. Ketika ia sedang berjuang untuk benar-benar sembuh dari tuberkulosis, rumahnya malah diperbaiki agar keinginannya untuk terbebas dari TBC terwujud.
"Perbedaannya jauh sekali. Sekarang sirkulasi udara banyak masuk, sedangkan dulu pengap sekali. Makanya dulu rumah saya ini jadi sarang kuman, TB, di sana tempatnya paling empuk," ujarnya.
Â
Nurdin merasa kini hidupnya jauh lebih enak. Rumahnya sudah layak huni dengan jendela yang banyak, tidur terpisah dengan anak, dan orderan jahitan berjalan lancar.
Tak sekadar membantu mendesain dan merenovasi rumah Nurdin, Ruli pun membantu Nurdin agar usaha jahitnya berjalan lagi. Dengan demikian Nurdin mendapat pemasukan kembali.
"Kebetulan Pak Nurdin ini pintar menjahit. Saya melihatnya ini harus berdaya. Kalau enggak, kena sakit lagi, bagaimana? Apalagi dia sempat vakum, dan pendapatannya pun menurun," katanya.