Sukses

Soal Obat HIV untuk Virus Corona, Dokter Tegaskan Belum Pasti Jika Hanya Berdasarkan Klaim

Benarkah obat HIV benar-benar efektif dalam menyembuhkan virus corona?

Liputan6.com, Jakarta Belum ditemukannya pengobatan untuk melawan infeksi virus corona membuat beberapa negara melakukan perawatan secara eksperimental. Salah satunya menggunakan obat HIV.

Negara yang menggunakan kombinasi obat HIV untuk pasien virus corona adalah Thailand. Para dokter di sana menyatakan, kombinasi obat HIV lopinavir dan ritonavir serta obat flu oseltamivir membuat kondisi beberapa pasien membaik.

"Ini bukan obatnya, tapi kondisi pasien telah jauh membaik," kata dokter Kriangsak Atipornwanich dari Rajavithi Hospital, Bangkok ketika merawat seorang lansia asal Wuhan, Tiongkok seperti dikutip dari The Scientist, Kamis (6/2/2020).

Kriangsak mengatakan, selama 10 hari dalam perawatan, hasil tes pada pasien ini menunjukkan adanya perubahan dari positif virus corona menjadi negatif dalam waktu 48 jam.

Sebelumnya, beberapa rumah sakit di Beijing juga melakukan uji coba serupa untuk merawat pasien virus corona dengan obat HIV.

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

2 dari 2 halaman

Tidak Bisa Diklaim Hanya dari Segelintir Orang

Terkait hal tersebut, dokter spesialis penyakit dalam Robert Sinto menyatakan bahwa memang sudah ada beberapa kasus di mana obat HIV bisa digunakan untuk tujuan pengobatan infeksi novel coronavirus.

"Tapi sampai detik ini belum ada listing resmi bahwa memang obat tersebut akan diberikan pada semua pasien novel coronavirus," kata Robert ketika ditemui awak media di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta pada Selasa yang lalu.

Robert mengatakan, bisa saja suatu hari nanti obat tersebut akan digunakan dalam perawatan terhadap pasien terinfeksi virus corona. Kendati demikian, dia melihat bahwa virus ini masih terbilang baru dan masih membutuhkan penelitian lanjutan soal metode pengobatan tersebut.

"Tapi sampai detik ini tidak ada indikasi antivirus yang memang dilegalkan untuk novel coronavirus," kata dokter yang berpraktik di Rumah Sakit St. Carolus, Jakarta ini.

Robert menambahkan, meski memang ada temuan pasien yang sembuh dengan pengobatan ini, lebih banyak juga mereka yang terinfeksi tetap sembuh meski tanpa perawatan antivirus semacam ini.

"Jadi kalau kita bicara efikasi kan mesti melihat, berapa orang yang diobati tidak sembuh dan orang yang diobati bisa sembuh. Jadi tidak bisa mengklaim hanya karena orang ini diberikan satu obat berarti itu obat yang betul," ujarnya.