Sukses

Selain Social Distancing Cegah COVID-19, Ini Saran Ikatan Ahli Kesehatan

Tak hanya social distancing cegah COVID-19, Ikatan Ahli Kesehatan berharap pemerintah pertimbangkan lockdown.

Liputan6.com, Jakarta Selain upaya menjaga jarak dan mengurangi kerumunan (social distancing) demi cegah penyebaran virus Corona (COVID-19), Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) juga mengharapkan pemerintah mempertimbangkan lockdown. Lockdown ini menyasar pada area tertentu.

"Pemerintah perlu mempertimbangkan adanya Karantina Total (Area Lockdown) pada daerah tertentu, yang mana dilaporkan telah terjadi 2-3 kali lipat peningkatan jumlah orang yang terinfeksi virus Corona COVID-19. Kewaspadaan dan kesiagaan pendekatan public health emergency menjadi penting dan mendesak dilakukan," ungkap Ketua Umum PP IAKMI Ede Surya Darmawan melalui keterangan resmi kepada Health Liputan6.com, Senin (16/3/2020).

Apalagi sejak dilaporkannya temuan orang yang terinfeksi COVID-19 di Indonesia awal Maret lalu, jumlah orang yang terkonfirmasi terinfeksi terus meningkat.

Data resmi yang dikeluarkan pemerintah Indonesia, hingga Senin, 16 Maret 2020, jumlah orang yang terinfeksi virus Corona mencapai 117 orang. Dan jumlah kematian yang berhubungan dengan virus ini sebanyak 5 orang.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Menonaktifkan Sementara Ruang Publik

Ede menambahkan, IAKMI mendukung anjuran pemerintah untuk melakukan mitigasi pandemi melalui social distancing untuk mengurangi risiko penyebaran virus Corona COVID-19.

Pemberlakuan social distancing berlangsung dengan menonaktifkan sementara tempat-tempat yang mungkin menjadi lokasi persebaran virus Corona COVID-19.

"Ya, misalnya, tempat hiburan umum, sarana pendidikan, dan lokasi lain yang banyak digunakan masyarakat umum, selain upaya keseharian setiap individu untuk amat mengurangi frekuensi berpergian dan berdekatan dengan banyak orang," katanya.

IAKMI juga mendorong pemerintah untuk memperkuat proses penemuan kasus COVID-19, baik melalui screening, passive reporting ataupun contact tracing. Oleh karena itu, diperlukan sumber daya manusia yang kompeten, alat deteksi yang akurat, ketersediaan prosedur baku, serta kecukupan sumber daya lainnya.

"Jika diperlukan dapat dipertimbangkan kebijakan pemberian insentif maupun disentif untuk meningkatkan detection rate. Insentif dapat berupa tunjangan bagi suspect yang terkarantina atau disentif berupa denda bagi suspect yang menolak pemantauan, dan isolasi dalam karantina," Ede menegaskan.