Liputan6.com, Jakarta Hingga saat ini belum ada vaksin maupun obat yang terbukti klinis manjur mengatasi Corona COVID-19. Namun, otoritas medis di China menyebut, obat asal Jepang yang dikembangkan untuk mengobati jenis (strain) baru infuenza terlihat efektif untuk menangani virus yang sedang mewabah itu.
Pejabat kementerian sains dan teknologi China, Zhang Xinmin mengatakan, penggunaan Favipiravir, yang dikembangkan oleh anak perusahaan Fujifilm, menunjukkan hasil menggembirakan. Obat tersebut telah diuji klinis pada 340 pasien di Wuhan dan Shenzhen.
Baca Juga
"Obat tersebut memiliki tingkat keamanan yang tinggi dan jelas efektif saat digunakan dalam perawatan," kata Zhang seperti dikutip situs The Guardian, Rabu 17 Maret 2019.
Advertisement
Ia menambahkan, sejumlah pasien positif COVID-19 di Shenzhen, berubah jadi negatif, setelah diberi Favipiravir. Perubahan status terjadi setelah rata-rata 4 hari, jauh lebih cepat dari waktu 11 hari yang dibutuhkan bagi pasien untuk pulih tanpa obat tersebut, demikian seperti dikabarkan NHK.
Pemindaian dengan sinar-X (X-rays) juga mengonfirmasi peningkatan kondisi paru-paru pada 91 persen pasien yang diobati dengan favipiravir, dibandingkan 62 persen yang tidak mendapatkannya.
Sejauh ini belum ada konfirmasi atau pernyataan dari pihak Fujifilm Toyama Chemical, yang mulai mengembangkan produk obat tersebut sejak 2014. Favipiravir juga dikenal dengan nama lain, Avigan.
Harga saham Fujifilm Toyama Chemical langsung melonjak pada Rabu 19 Maret 2020, ditutup menguat 14,7 persen di angka 5.207 Yen, menyusul pernyataan pejabat otoritas China, Zhang Xinmin yang memuji keampuhan obat bikinan perusahaan itu.
Saksikan juga Video Menarik Berikut Ini
Tak Efektif untuk Pasien yang Parah?
Dokter di Jepang dilaporkan menggunakan obat serupa dalam studi klinis terhadap pasien COVID-19 dengan gejala ringan hingga sedang. Harapannya, Favipiravir atau Avigan bisa mencegah virus berkembang biak di tubuh pasien.
Namun, keterangan seorang sumber di Kementerian Kesehatan Jepang mengindikasikan, obat tersebut tidak efektif pada pasien dengan gejala yang lebih parah.
"Kami telah memberikan Avigan pada 70 hingga 80 pasien, namun tampaknya tidak efektif ketika virus terlanjur berlipat ganda (di tubuh pasien)," kata sumber tersebut pada Mainichi Shimbun.
Limitasi yang sama juga teridentifikasi dalam studi yang melibatkan pasien COVID-19 yang diobati dengan kombinasi antiretroviral HIV lopinavir dan ritonavir, demikian ditambahkan sumber.
Pada 2016, Pemerintah Jepang memasok Favipiravir sebagai bantuan darurat untuk menghadapi wabah virus Ebola di Guinea.
Penggunaan Favipiravir dalam skala penuh untuk pasien COVID-19 harus dilakukan dengan persetujuan pemerintah. Sebab, pada awalnya obat itu dimaksudkan untuk mengobati flu.
Seorang pejabat kesehatan Jepang, kepada Mainichi, mengatakan bahwa persetujuan penggunaan Favipiravir atau Avigan untuk pasien COVID-19 bisa keluar pada awal Mei mendatang.
"Namun, jika hasil penelitian klinis tertunda, persetujuan juga bisa ditunda."
Advertisement