Liputan6.com, Jakarta Setelah 30 tahun bergelut sebagai dokter, berperang melawan Corona COVID-19 yang sedang mewabah menjadi pengalaman terberat bagi Ari Fahrial Syam. Ari yang juga dikenal praktisi kesehatan klinis membagikan pengalamannya.
Baca Juga
Advertisement
Dari ia tidak bisa bergerak leluasa sampai hatinya ikut ciut mendengar kabar beberapa rekan tenaga medis meninggal dunia terenggut virus Corona COVID-19.
Â
"Saya sudah 30 tahun lebih menjadi dokter. Berbagai pengalaman hidup telah saya lalui dalam perjalanan panjang. Tetapi pengalaman saya menjadi dokter saat pandemi global COVID-19 merupakan pengalaman hidup terberat saya," tutur Ari dalam tulisannya yang dikirimkan kepada Health Liputan6.com, ditulis Jumat (20/3/2020).
"Pandemi global COVID-19 ini memang luar biasa dan saya sebut hari-hari tersulit saya sebagai dokter. Kondisi yang mana kita tidak bisa bergerak dengan leluasa, tidak berinteraksi langsung. Kita tidak bisa melakukan pertemuan atau rapat dalam satu ruang tertutup untuk koordinasi mengatasi masalah ini. Karena kita harus juga menerapkan social distancing (pembatasan sosial)."
Â
Bukan hanya itu saja, sekelumit kecemasan sebagai petugas kesehatan bisa saja tertular COVID-19 langsung dari pasien yang sedang dilayani, baik di poliklinik maupun di ruang rawat inap.
"Terus terang ini juga sudah saya prediksi, bahwa model penyebaran kontak langsung, seperti saat ini membuat petugas kesehatan bisa menjadi korban," lanjut Ari.
"Kebetulan anak pertama dan kedua saya juga bekerja sebagai dokter, sedangkan istri saya sebagai dokter gigi. Jadi, mereka sama seperti saya juga, berisiko (tertular) dengan pasien-pasien Corona COVID-19 yang bisa saja datang tanpa gejala."
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Hati yang Dibuat Ciut
Saat ini, virus COVID-19 mungkin belum hinggap di tubuh Ari, tetapi bisa saja beberapa waktu kedepan, Corona merasuk ke tubuh, lalu menyerang paru-paru. Ia juga mengungkapkan, hatinya ciut setiap kali ada rekan sesama tenaga medis meninggal karena positif COVID-19.
Â
"Hal yang membuat hati kecil saya lebih ciut adalah ketika mendengar ada perawat yang meninggal karena COVID-19. Kemudian mendengar ada dokter yang meninggal, ada juga ada dokter gigi yang meninggal karena COVID-19. Tentunya, sebagian besar tertular dari pasien-pasien mereka sendiri," ungkap Ari, yang berlatar belakang dokter spesialis penyakit dalam gastroenterologi-hepatologi.
"Belum lagi setiap waktu ada saja, saya mendengar bahwa rekan sejawat yang juga dokter, positif COVID-19. Bahkan ada teman yang melakukan isolasi mandiri karena pasien yang ditangani pada awal-awal, akhirnya diketahui menderita COVID-19. Sekali lagi kondisi-kondisi ini memang membuat hati saya ciut."
Â
Selama melayani pasien, sejumlah keterbatasan dirasakan Ari, seperti masker, alat pelindung diri (APD), dan hand sanitizer. Walaupun begitu, Ari tak kenal lelah menerima pasien. Ia tetap melakoni tugas sebagaimana hari-hari biasa, melakukan endoskopi dan merawat pasien.
"Sebagai praktisi klinis, saya tetap menerima pasien, melakukan endoskopi, dan merawat pasien. Dan juga sebagai dokter senior, saya harus memberikan contoh kepada teman-teman dan junior atau peserta didik saya, bahwa saya tetap berada di tengah-tengah pasien, memberi semangat kepada teman-teman sejawat dan junior saya untuk tetap berada bersama pasien," Ari menekankan.
"Intinya, tetap tidak meninggalkan gelanggang walau nyawa taruhannya."
Advertisement
Gencar Mengedukasi dan Rencana Penelitian
Di tengah merebaknya Corona COVID-19, Ari pun gencar mengedukasi masyarakat. Ia berbagi tulisan dan merencanakan penelitian untuk mengetahui situasi yang terjadi. Upaya ini dapat dilakukan demi mengatasi wabah Corona.
Â
"Kita semua tahu infeksi COVID-19 ini menular secara cepat dari satu orang ke orang lain. Saya bukan tidak mengantisipasi hal ini. Berbagai tulisan saya buat dan acara simposium kita lakukan. Edukasi kita kerjakan untuk bencana yang ada di depan mata," Ari menambahkan.
"Berbagai rencana penelitian telah kita susun untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan upaya-upaya apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi kondisi ini.Tetapi memang harus disadari, sebagian dari kita mempunyai sense of crisis yang rendah di awal sehingga kita abai mengantisipasi pandemi global Corona."
Â
Saat ini, bukan hanya Indonesia saja, seluruh negara-negara di dunia menghadapi pandemi global. Mereka mempunyai kebutuhan yang sama, seperti masker, alat pelindung diri, dokter, dan perawat. Pencarian obat dan vaksin terus dilakukan.
"Semua negara mempunyai permasalahan yang sama, maka kalaupun obat dan vaksin ditemukan pada satu negara, pemenuhan utama akan diprioritaskan untuk negara dan bangsanya sendiri.
"Dengan demikian, yang bisa kita lakukan sekarang adalah memutus mata rantai penyakit ini, pergerakan orang harus dicegah," ujar Ari, yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
"Social distancing harus konsisten dilaksanakan pada segala aktivitas masyarakat, terutama di ruang publik. Kita bisa dengan mudah berkomunikasi, belajar dan bekerja secara online, tatap muka tanpa bertemu. Kita tetap bisa produktif walau berada di rumah."Â