Liputan6.com, Jakarta Penelitian terkait virus corona SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 masih terus dilakukan. Salah satunya kemungkinan cara penularannya lewat udara.
Dalam sebuah studi di The New England Journal of Medicine pada 18 Maret lalu, para peneliti menemukan bahwa SARS-CoV-2 masih berpotensi menularkan ketika mereka bersifat aerosol atau tersebar di udara. Setidaknya, mereka bisa bertahan hingga durasi penelitian tersebut yaitu tiga jam.
Baca Juga
"Hasil kami menunjukkan bahwa transmisi aerosol dan benda mati dari SARS-CoV-2 masuk akal, karena virus dapat tetap hidup dan menular dalam aerosol selama berjam-jam dan pada permukaan hingga harian," tulis para peneliti seperti dikutip dari The New England Journal of Medicine pada Senin (23/3/2020).
Advertisement
Mengutip Women's Health diketahui bahwa para peneliti dari Amerika Serikat ini juga melakukan studi terhadap virus penyebab COVID-19 di beberapa lingkungan lain yaitu plastik, stainless steel, tembaga, dan juga kardus.
Pada plastik dan stainless steel, virus dideteksi hingga sekitar 72 jam meski setelah 72 jam pada plastik dan 48 jam pada stainless steel, terlihat ada pengurangan. Sementara pada tembaga, SARS-CoV-2 tidak terdeteksi setelah 4 jam dan pada karton, virus tersebut tidak bisa diukur setelah 24 jam.
Saksikan juga Video Menarik Berikut Ini
Jarak Transmisi yang Terbatas
Walaupun begitu, Center for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan bahwa jarak transmisi lewat udara kemungkinan terbatas usai tetesan tersebut disemburkan dari seseorang yang terinfeksi.
"Transmisi udara dari orang ke orang dalam jarak jauh tidak mungkin," tulis CDC. Mereka mengatakan, kemungkinan partikel-partikel tersebut hanya bisa mencapai enam kaki dari titik asal atau sekitar 1,8 meter.
Namun, menurut Rishi Desai, mantan petugas dinas intelijen epidemi di CDC, Anda tetap masih berpotensi terinfeksi ketika tetesan yang mengandung virus mendarat secara langsung di wajah, tubuh, atau permukaan di sekitar Anda, untuk kemudian masuk lewat mengucek mata, maupun ketika dihirup dalam jarak yang cukup dekat.
Desai juga mengatakan, waktu pasti partikel virus bertahan di udara umumnya juga tergantung berbagai faktor misalnya temperatur atau kelembapan. Meski begitu, dalam kasus SARS-CoV-2, belum ada temuan pasti yang benar-benar menunjukkan seberapa lama mereka bisa bertahan.
Advertisement