Liputan6.com, Jakarta Untuk menekan laju persebaran COVID-19, dibutuhkan langkah yang berpihak pada lensa kesehatan. Apabila ini dilakukan, permasalahan sektor lain juga akan bisa diselesaikan.
"Dalam situasi darurat kesehatan, pelibatan seluruh lapisan masyarakat (whole of society approach) berperan penting dalam menentukan keberhasilan intervensi kesehatan," kata Diah Saminarsih, Ketua Dewan Pembina Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI).
Baca Juga
Dalam siaran pers yang diterima Health Liputan6.com pada Jumat (27/3/2020), Diah mengungkapkan bahwa pandemi COVID-19 memiliki dampak yang fatal bagi kualitas hidup manusia Indonesia.
Advertisement
"Dengan berpihak pada lensa kesehatan masyarakat dan melakukan langkah komprehensif untuk menekan laju persebaran, maka dampak pada sektor ekonomi sosial politik akan terselesaikan," ujarnya.
Â
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Saksikan juga Video Menarik Berikut Ini
Lakukan Pembatasan Sosial Agresif
Di sisi lain, Diah menilai sistem kesehatan nasional belum tangguh dan siap untuk menghadapi COVID-19 secara masif. Ini terlihat dengan lonjakan pasien di banyak rumah sakit baik rujukan dan tidak, banyaknya penularan terjadi pada tenaga kesehatan karena kurangnya fasilitas skrining bagi kelompok beisiko, serta keterbatasan otoritas fasilitas kesehatan dalam mengomunikasikan status pasien positif.
Selain pelibatan masyarakat dan kebijakan yang berpihak pada lensa kesehatan. Diah merekomendasikan agar adanya pembatasan sosial secara agresif, khususnya di Provinsi DKI Jakarta.
"Tanpa ada ketegasan aturan atau mekanisme insentif/disinsentif, pembatasan sosial ini sangat sulit diterapkan karena berseberangan dengan budaya masyarakat Indonesia yang kolektif," kata Diah.
Menurutnya, masih banyak masyarakat yang memahami soal penyebaran SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 yang bermutasi dengan cepat. Kurangnya pemahaman terhadap COVID-19 dinilai karena adanya beberapa tantangan.
"Kondisi geografis yang luas, tingkat pemahaman yang berbeda-beda karena komunikasi risiko yang belum menyeluruh, dan lemahnya transparansi informasi dari pemerintah pusat ke masyarakat," ujarnya.
Advertisement