Liputan6.com, Bandung - Guru besar Universitas Katolik Parahyangan Asep Warlan Yusuf mengatakan, semua pihak harus mendukung Karantina Wilayah Parsial (KWP). Salah satunya di Jawa Barat, jika penanganan COVID-19 dibutuhkan secara cepat.
Langkah itu diambil, sambil menunggu Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengimplementasikan UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Asep menilai kebijakan atau inisiatif daerah itu merupakan bentuk quick response dan emergency response.
Baca Juga
"Jadi inisiatif daerah menurut saya bagus karena kita tidak bisa hanya menunggu itu (PP), itu pun harus dipahami, dilaksanakan, dilihat dari konteks daerah masing-masing. Jadi ketika daerah sudah melihat (masalah) secara real, ada inisiatif untuk melakukan KWP," ucap Asep dalam keterangan resminya ditulis, Bandung, Selasa, 31 Maret 2020.
Advertisement
Asep menjelaskan tindakan itu dalam istilah hukum adalah diskresi, kaitan dengan kebijakan yang dibuat untuk melindungi masyarakat. Asep menuturkan jika daerah misalnya Jawa Barat, sudah melihat ada kondisi yang nyata sehingga harus segera dilakukan karantina wilayah.
Hal itu dianggap Asep hal yang wajar sebagai tindakan yang responsif dan sangat cepat. Dalam UU. No 6/2018 disebutkan, karantina wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Asep menjelaskan, KWP dalam skala provinsi artinya tidak semua kabupaten dan kota di Jawa Barat melakukan karantina wilayah. Dalam konteks kabupaten dan kota, KWP yang dimaksud dengan parsial artinya hanya dilakukan di beberapa titik, baik itu RT, RW, desa, kelurahan, maupun kecamatan. Pelaksanaan KWP di daerah harus dilakukan berdasarkan data.
"Nah, jadi penting betul dalam undang-undang tersebut disebutkan adanya rapid assessment terhadap lokasi, sebaran, kondisi kesehatan masyarakat, sarana-prasarana yang tersedia, hingga potensi penularan. Ketika rapid assessment atau kajian cepat sudah dilakukan dan ada data, maka dilakukanlah kebijakan. Jadi tidak ada masalah ketika kita buat KWP asal ada datanya," ucap Asep.
4 Aspek Terkait Kebijakan KWP
Jika KWP dilakukan, Asep mengingatkan, terdapat empat aspek yang harus dikaitkan dengan kebijakan tersebut. Pertama adalah memastikan kesehatan menjadi prioritas utama. Dalam arti petugasnya, perlindungan, tempat penampungan, hingga alat kesehatan menjadi prioritas yang utama. Artinya alokasi anggaran juga harus lebih banyak untuk kesehatan.
Hal kedua saat diputuskan kebijakan menutup wilayah, maka ada kewajiban pemerintah untuk penyediaan ekonomi dalam hal ini sembako. Adanya ketersediaan pangan ini minimal makanan yang bisa dikonsumsi sehari-hari itu harus tersedia.
Selanjutnya beber Asep terkait aspek sosial, budaya, dan keagamaan. Asep berujar, pemerintah harus memastikan tidak boleh ada kegiatan yang mengumpulkan orang banyak bersama-sama di satu tempat, termasuk ibadah di masjid dan gereja.
"Keempat, aspek wewenang pemerintahan. Artinya ada regulasi, ada aparatur penegak hukum, dan ada sanksi yang dikenakan agar masyarakat tidak melanggar. Kalau diabaikan, sama saja penutupan ini tidak ada artinya," tutur Asep.
Asep menganggap KWP ini harus diapresiasi, harus didukung semua pihak. Jika masih ada kekurangan itu wajar, seluruh kelompok masyaralat dan tingkatan pemerinatan harus memperbaiki.
Hak itu harus dilakukan semua demi kesehatan warganya. Asep berujar ekonomi bisa diperbaiki, tapi nyawa tidak bisa diulang. Sehingga kepastian orientasi seluruh kebijakan tersebut difokuskan menjaga kesehatan, keamanan, dan kenyamanan masyarakat. (Arie Nugraha)
Advertisement