Sukses

PSBB Jakarta Berlaku, Praktisi Klinis Harap Lebih Batasi Pergerakan Masyarakat

PSBB di Jakarta yang berlaku nanti diharapkan lebih membatasi pergerakan masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terkait Corona COVID-19 di DKI Jakarta sudah disetujui Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto. Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menyampaikan PSBB mulai berlaku pada 10 April 2020. 

Tatkala diberlakukan PSBB, pergerakan dan aktivitas warga akan dibatasi sebagaimana dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Persetujuan Pembatasan Sosial Bersakla Besar (PSBB). Sejumlah kegiatan yang dibatasi di antaranya, pelarangan menggelar resepsi pernikahan dan khitan.

 

Praktisi klinis Ari Fahrial Syam menyambut baik adanya PSBB di Jakarta. Upaya ini akan membantu para tenaga medis yang bekerja di garda depan. Diharapkan menekan penyebaran virus Corona COVID-19 di tengah masyarakat.

"Buat kami para dokter dan petugas kesehatan berharap aturan PSBB akan lebih membatasi pergerakan masyarakat di luar. Kita mengetahui bahwa, saat ini physical distancing yang dilakukan oleh masyarakat belum optimal mengingat jumlah kasus yang terus meningkat, bahkan sudah menembus (lebih dari) 2.000 kasus positif Corona," terang Ari dalam kiriman tulisan yang diterima Health Liputan6.com melalui pesan singkat, Rabu (8/4/2020).

"Kematian juga lebih dari 200 kasus. Khusus di Jakarta, jumlah peningkatan kasus mencapai 100 kasus per hari. RS rujukan sudah dipenuhi pasien-pasien suspect atau terkonfirmasi COVID-19. Ditambah lagi, kita mendengar dokter mengembuskan napas terakhir karena terinfeksi oleh COVID-19."

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Putus Rantai Penularan

Ari menegaskan, pentingnya PSBB untuk memutus mata rantai penularan COVID-19. Hal ini juga melihat ketersediaan alat pelindung diri yang dibutuhkan dalam jumlah besar, tenaga kesehatan yang terbatas, dan kebutuhan perlengkapan kesehatan, seperti ventilator.

"Ketersediaan alat pelindung diri juga semakin menipis. Dari sudut sarana prasarana untuk diagnosis ternyata swab untuk tenggorokan semakin terbatas. Begitu pula media untuk sampel serta reagen untuk mengekstraksi RNA maupun running RT PCR pemeriksaan molekuler untuk diagnosis COVID-19," tegasnya.

"Berbagai sarasa prasarana dan sumber daya manusia, khususnya tenaga kesehatan pun terbatas. Belum lagi, keterbatasan ventilator yang memang dibutuhkan saat pasien COVID-19 mengalami gagal napas dengan peradangan paru yang luas."

Kalau kondisi pergerakan manusia tidak dibatasi, jumlah kasus yang terkonfirmasi juga terus meningkat. Dengan demikian, PSBB di Jakarta dapat memutus mata rantai penularan COVID-19.

3 dari 3 halaman

Simak Video Menarik Berikut Ini: