Sukses

Dokter Jiwa Ungkap Cara Meredakan Takut Berlebihan Akibat Virus Corona

Stigmasisasi pada orang yang terinfeksi virus atau covid-19 atau tenaga medis kerap terjadi karena ketidaktahuan atau sumber informasi yang tidak tepat.

Liputan6.com, Jakarta Tak bisa dipungkiri, pandemi virus corona membuat sebagian masyarakat ketakutan, cemas dan khawatir. Stigma negatif yang akhirnya muncul pada pasien, tenaga kesehatan atau bahkan penolakan jenazah mungkin pun menjadi perhatian.

Menurut dr. Zulvia Oktanida Syarif, Sp.KJ, stigmasisasi pada orang yang terinfeksi virus atau covid-19 atau tenaga medis kerap terjadi karena ketidaktahuan atau sumber informasi yang tidak tepat.

"Muncul anggapan negatif itu karena ketidaktahuan. Soal Covid-19, perlu mengetahui cara mengatasi stigma dengan tepat seperti mencari informasi yang akurat dan mengetahui segala sesuatu dengan benar, termasuk bagaimana penyebaran atau penanganannya," kata Vivi, saat diskusi Stigma Sosial via Zoom Conference, ditulis Selasa (14/4/2020).

Dokter yang berpraktik di RSUD Tarakan Jakarta ini juga menjelaskan, seseorang bisa mencari informasi yang benar dari laman berita yang jelas terkonfirmasi seperti WHO, CDC, Kemenkes atau Dinas Kesehatan terkait. Dengan informasi yang didapat, seseorang bisa menjadi proteksi dan tidak khawatir berlebihan.

"Saat pasien sudah paham mengenai penanganan Covid-19, maka katakanlah ada pasien corona rujuk lepas. Ia dari IGD dan mendatangani rumah sakit secara acak agar bisa diperiksa dan dirawat. Padahal hal seperti ini tidak perlu terjadi karena pasien juga perlu paham, kondisi mana yang perlu dirawat dan bisa isolasi mandiri," katanya.

 

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tidak perlu takut

Sementara Dr. dr. Hervita Diatri, Sp.KJ menyampaikan, masyarakat tidak perlu takut berlebihan akan Covid-19 ini. Sebab ada penyakit lain yang tingkat kematiannya lebih tinggi.

"Kita paham betul, terlalu banyak informasi terkait cara penularan. Dan sangat sulit mengubah pandangan masyarakat. Namun terlalu cemas juga akan membuat seseorang kurang istirahat, nggak pengin makan karena cemas. Selalu pakai masker, ketakutan bahkan untuk minum susah. Ini bisa menjadi ancaman eksternal," ujar dokter yang berpraktik di RSCM tersebut.

Hervita mengatakan, salah satu hal yang penting agar tidak cemas berlebihan ini adalah dari dalam diri kita sendiri.

"Faktor internal, tanggung jawab sendiri saja dulu. Misalnya, jangan melayat dulu karena kita punya budaya memeluk orang yang berduka. Yang dikhawatirkan itu adalah penularan melalui tangan, air mata, sangat mudah droplet berpindah," ujarnya.

Tapi kalau ada edukasi, kata dia, seperti soal jenazah yang ditolak, itu jadi tidak perlu karena jika ia tahu, pasien yang meninggal di wrap dan dipandu baik dengan tim Forensik, lalu dimakamkan di tanah yang lebih dalam dari biasanya, ini akan memutus rantai penularan.