Sukses

Di Masa Pandemi COVID-19, Nasib Dokter Gigi Tak Ubahnya Ojek Online

Dampak atau imbas dari pandemi COVID-19 ini juga dirasakan dokter gigi, tak hanya ojek online

Liputan6.com, Jakarta - Belinda Chandra Hapsari, salah seorang dokter gigi di Puskesmas Cijeruk Kabupaten Bogor, bercerita tentang hari-harinya selama pandemi COVID-19 terjadi di Indonesia.

Sudah satu bulan ini, Belind, begitu dia disapa, tidak melakukan tindakan apa pun yang bersifat menghasilkan aerosol, seperti mengebor dan scalling. Begitu juga dengan tindakan cabut gigi, hanya akan dilakukan jika benar-benar mendesak. Apabila dirasa bisa ditunda, akan ditunda.

Dia dan rekan sejawat yang lain 'manut' pada arahan yang tercantum di dalam surat edaran dari Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), mengenai 'Pedoman Pelayanan Kedokteran Gigi Selama Pandemi COVID-19' yang terbit pada 17 Maret 2020. 

Sebanyak 10 poin tercantum di surat edaran nomor 2776/PB PDGI/III-3/2020. Salah satu poinnya mengimbau dokter gigi untuk menunda tindakan tanpa keluhan simtomatik, bersifat elektif, perawatan, estetis, dan tindakan dengan menggunakan bur atau scaler atau suction.

"Jadi, benar-benar cuma kasih obat saja," katanya kepada Health Liputan6.com pada Rabu, 15 April 2020.

"Pengobatan itu kalau ada sakit akut, nyut-nyutan, atau bengkak, kita kasih resep obat minum," Belind menambahkan.

Bila keadaan mendesak yang mengharuskan adanya tindakan, Belind, mengatakan, dokter gigi mesti mengenakan alat pelindung diri (APD) level 3. Standar baju kerja atau APD level 3 in terdiri dari:

  • Baju kerja,
  • memakai topi,
  • masker bedah jika tidak melakukan tindakan bersifat aerosol,
  • masker N 95 jika melakukan tindakan aerosol (tiga lapis: masker bedah-masker N95-masker bedah), kemudian N95 disimpan dalam plastik pribadi untuk satu minggu,
  • dan APD coverall (topi, faceshield atau visor, masker, gaun, jas hujan, sarung tangan, sepatu booth atau covershoe)

Menurut Belind, pelaksanaan di tiap-tiap tempat berbeda. Tergantung dinas masing-masing. Bahkan, di beberapa dinas sudah mulai diminta untuk menghentikan sementara praktik dokter gigi.

Di salah satu kota, lanjut dia, PDGI sampai mengirimkan surat kepada pemberi kredit agar bisa ditangguhkan sementara.

"Karena banyak dari kami yang juga hidup hanya dari praktik saja. Jadi, sudah mulai mantab alias makan tabungan," ujarnya.

Sepinya pasien yang datang membuat para dokter gigi yang mengandalkan hidup dari praktik sudah mulai menghancurkan celengan. Semata-mata untuk menyambung hidup.

"Kalau kata dokter gigi senior, kita sama saja kayak ojol (ojek online). Bedanya kita dokter, sudah, gitu doang. Maksudnya pendapatan ya harian gitu," katanya.

Belind bersyukur, karena statusnya adalah dokter PTT (pegawai tidak tetap) di Puskesmas, dia masih menerima gaji.

"Yang susah yang dokter gigi swasta. Kan penghasilan otomatis turun atau berhenti sama sekali," katanya.

"Buat yang PNS atau PTT kayak kami masih bisa mengandalkan gaji," Belind menambahkan.

 

2 dari 4 halaman

Tempat Praktik Tutup Sementara Selama Pandemi COVID-19

Omongan Belinda dirasakan Dita Firdiana, dokter gigi sekaligus pemilik Difa Oral Health Center. Mengikuti arahan dari PDGI, Dita dan dua orang rekannya memilih menutup sementara waktu usaha yang dirintis bersama itu.

"Awal-awal muncul edaran masih buka, tapi hanya menerima emergency. Sisanya konsultasi," kata Dita saat berbincang dengan Health Liputan6.com melalui sambungan telepon. 

"Kalau ada pasien yang datang, kemudian dirasa masih mempan jika dikasih obat, akan disuruh minum obat saja," Dita menambahkan. 

Saat ini, klinik gigi yang beralamat di Jalan RS Fatmawati Raya nomor 15, Jakarta Selatan, ini masih 'buka'. Semata-mata untuk mengirim barang-barang yang mereka jual. 

"Difa kan jualan kayak sikat gigi dan obat kumur gitu di (salah satu situs jual beli). Nah, stok barang ada di klinik. Jadi, aku dan yang lain masih tetap ke klinik. Ya, kita lanjut jualan yang sudah dipunya saja," katanya. 

Menurut Dita, Difa Oral Health Center bukannya tidak memiliki alat pelindung diri (APD). Akan tetapi Dita merasa masih belum percaya diri untuk menerapkannya. Di satu sisi, Dita sangat ingin bisa tetap praktik dengan mengenakan APD. Akan tetapi di sisi lain, dia memikirkan soal biaya yang harus dikeluarkan pasiennya. 

"Kita punya biaya sarana dan prasarana. Tapi, APD ini kan mahal. Masa iya mau dibebankan ke pasien?," katanya. 

Itu sebabnya Dita dan rekan-rekannya untuk sementara waktu 'cari aman' dengan mengikuti anjuran yang datang dari PDGI. Namun, bila pandemi Corona ini tak kunjung berakhir sementara mereka harus 'hidup', tidak menutup kemungkinan klinik gigi yang juga menerima orang dengan HIV AIDS (ODHA) kembali beroperasi.

"Mau tidak mau menaikkan biayanya, agar bisa tetap mengenakan APD," ujarnya. 

Selain berjualan, Dita dan dua orang rekannya membuat sesi berbayar berupa kuliah WhatsApp atau kulwap, dengan topik yang berbeda-beda setiap harinya. 

"Kulwap-nya berbayar, tapi seikhlasnya, tidak matok harga," katanya. 

Bila ada yang ingin bergabung ke dalam kulwap yang diadakan Difa Oral Health Center, bisa menghubungi Dita dengan mensyen akun Twitter pribadinya, @fairyteeth atau akun Twitter Difa Oral Health Center, @difa_OHC.

"Kita masih terus putar otak agar bisa survive. Soalnya, pandemi ini kan bukan kejadian yang setiap tahun begitu. Jadi, tidak ada rencana apa-apa sebelumnya. Ya, dalam waktu dekat InsyaAllah sudah ada gebrakan baru," ujarnya.

3 dari 4 halaman

Kata Persatuan Dokter Gigi Indonesia

Terkait poin-poin yang ada di dalam surat edaran tersebut, Ketua Umum PDGI, Dr drg RM Sri Hananto Seno, SpBM(K) MM mengatakan surat dibuat berdasarkan kondisi yang terjadi di lapangan saat ini.

Semua itu dilakukan demi kebaikkan bersama, disebabkan sudah tidak bisa lagi membedakan apakah pasien yang datang itu benar-benar sehat, atau hanya terlihat sehat tapi ternyata adalah carrier (pembawa Virus Corona)

"Amannya seperti itu," kata Seno saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon.

Menurut Seno, aturan itu berlaku sampai waktu yang tidak ditentukan. "Selesainya kapan saja kita tidak tahu, karena di China sendiri masih ada gelombang kedua. Jadi, kami belum memutuskan kapan. Mungkin sampai pemerintah benar-benar mengatakan bahwa Indonesia bebas dari COVID-19," ujarnya.

Kecuali, apabila rumah sakit atau puskesmas atau tempat praktik punya APD yang mempuni. Itu pun sebaiknya dihindari, jika memang tidak mendesak banget.

"Kalau tidak sakit banget, sebaiknya tunda dululah. Kalau hanya ingin periksa rutin, cek ada lubang atau enggak, atau pasang behel atau benarin behel, misalnya, tunda, dari pada memaksakan datang malah merugikan diri sendiri atau dokternya," katanya.

Terlebih sudah ada dokter gigi yang diketahui meninggal dunia setelah dinyatakan positif Corona, Seno mengatakan untuk benar-benar mengindahkan edaran yang sudah dibuat itu.

"Terutama buat teman kita yang umurnya di atas 60 tahun, tolong jangan lakukan praktik dulu, karena itu memiliki risiko tinggi," kata Seno.

"Bagaimana juga usia di atas 60 itu sistem kekebalannya sudah turun. Sudah tidak semaksimal yang berusia 30, 35," ujarnya.

Untuk dokter-dokter berusia muda, yang disadari betul oleh Seno sangat membutuhkan pemasukan untuk bayar cicilan rumah atau mobil, jika mau praktik tetap harus menggunakan APD.

"Jika bisa ditahan untuk tidak dulu, jangan dululah, biar aman," ujarnya.

 

4 dari 4 halaman

Simak Video Menarik Berikut Ini