Liputan6.com, Jakarta Virus Corona COVID-19 mudah sekali menyebar melalui droplet. Sejak ditetapkan sebagai pandemi di seluruh dunia, COVID-19 tercatat telah menginfeksi ribuan orang di Indonesia. Data per 16 April 2020 menunjukkan ada 5.516 kasus positif coronavirus SARS-CoV-2 di Tanah Air.
Sebagai virus baru, SARS-CoV-2 masih terus diteliti oleh para ilmuwan di dunia. Tak hanya bekerja keras menemukan penawar bagi virus yang semula ditemukan di Wuhan, China, peneliti dan tim medis di seluruh dunia pun terus mempelajari karakteristik dan gejala virus ini.Â
Baca Juga
Sebelumnya, para peneliti menyebut gejala umum COVID-19 adalah demam tinggi di atas 38 derajat Celsius, nyeri tenggorokan diikuti batuk kering, sesak napas, pusing dan nyeri tubuh atau otot. Namun, para peneliti dunia mencermati bahwa gejala COVID-19 semakin bervariasi, selalu ada temuan baru terkait virus tersebut.
Advertisement
Terbaru, para peneliti menemukan bahwa gejala infeksi virus tersebut melibatkan pengalaman indrawi. Beberapa pasien COVID-19 melaporkan mengalami sensasi serupa kesemutan di sekujur tubuh, atau sensasi terbakar atau dingin yang menyengat di kulit. Sebagian lagi melaporkan merasakan sensasi seperti tersengat listrik di kulit atau nyeri berdesis di tubuh bagian dalam.
Saat ini belum ada penjelasan pasti mengenai laporan-laporan tersebut. Namun, Dr Waleed Javaid, direktur pencegahan infeksi di Mount Sinai Downtown, AS menduga hal itu disebabkan oleh respons imun, alih-alih virus itu sendiri.
"Ada respons imun yang luas yang terjadi. Sel imun kita menjadi aktif sehingga banyak zat kimia yang dilepaskan ke seluruh tubuh dan kehadirannya atau terasanya seperti ada desisan," ujar Javaid, mengutip laman Today.
Javaid juga mengatakan respons imun masing-masing orang berbeda. Sensasi yang dilaporkan sebagian pasien itu tak dimasukkan ke dalam gejala umum COVID-19 oleh Centers for Disease Control (CDC) maupun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Â
Indra Penciuman dan Pengecap Tiba-Tiba Berkurang
Gejala aneh lainnya terkait infeksi COVID-19 yang diidentifikasi oleh American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery adalah anosmia atau berkurangnya indra penciuman dan dysgeusia atau berkurangnya indra pengecap, mengutip laman CNN.
"Anosmia, secara umum, terlihat pada pasien-pasien yang dites positif terinfeksi virus corona baru tanpa ada gejala lain," demikian pernyataan American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery.
Literatur medis telah menunjukkan sejak lama bahwa kehilangan indra penciuman secara tiba-tiba bisa dikaitkan dengan infeksi pernapasan yang disebabkan oleh virus corona tipe lain.
Advertisement
Ruam dan Lesi Kulit
Sementara itu, para dokter kulit mencermati adanya gejala COVID-19 yang tampak pada kulit. Dermatolog yang berbasis di California Randy Jacobs MD mengobservasi kasus tiga pasiennya yang didiagnosis positif COVID-19 dan mengalami ruam kulit. Tak seperti ruam yang muncul pada infeksi dengue atau cacar, bentuknya serupa ruam kecil keunguan, bintik merah atau cokelat yang terkadang keliru dianggap sebagai memar di bawah kulit.
Temuan Dr Jacobs yang dipublikasikan dalam Journal of the American Academy of Dermatology itu menyebut, ruam itu tampak seperti ruam yang muncul pada kasus autoimun. Bedanya, ruam pada pasien COVID-19 tidak bertahan lama, melainkan hilang timbul, melansir laman Health.
Tak hanya di AS, studi mengenai gejala COVID-19 yang muncul pada kulit juga dilakukan di Italia. Studi kecil yang melibatkan 88 pasien di negara tersebut menemukan, 20,4 persen diantaranya mengembangkan kondisi kulit yang dispekulasikan berhubungan dengan infeksi COVID-19.
"Ada kemungkinan bahwa pasien COVID-19 kemungkinkan pada awalnya menunjukkan ruam kulit yang keliru diagnosis sebagai penyakit umum lain," lapor Beuy Joob, PhD, rekan penulis studi lain yang juga meneliti ruam akibat COVID-19.
Menurut Mona Gohara dermatolog yang berbasis di Connecticut, ruam kulit bukanlah hal aneh pada infeksi virus. "Dr Jacobs bisa jadi telah mengidentifikasi pola unik yang bisa dikaitkan dengan COVID-19."
Para dokter kulit di Spanyol juga menemukan, beberapa pasien COVID-19 menunjukkan gejala lesi di kaki. Lesi tersebut serupa cacar air dan umumnya muncul di sekitar jemari kaki. Para dermatolog menyebut, pasien anak dan remaja yang cenderung mengalami gejala ini, meski ada pula pasien dewasa yang mendapat gejala yang sama, mengutip laman Express.
Perlu bukti ilmiah untuk memastikan keterkaitan antara lesi tersebut dengan infeksi virus corona baru. Meski demikian, dermatolog mengingatkan masyarakat agar lebih waspada. Sejauh ini, kasus sejenis juga tengah diteliti di negara lain seperti Prancis dan Italia.
"Gejala serupa terdeteksi meningkat pada pasien COVID-19, terutama pasien anak dan remaja, meski beberapa kasus juga terjadi pada pasien dewasa," ujar Konsil Umum Ahli Penyakit Kaki.
Lesi atau luka seperti cacar air itu dapat diredakan dengan krim kortikosteroid. Pasien yang mengalami gejala ini juga disarankan untuk menjalani isolasi mandiri selama 14 hari.
Gangguan Pencernaan
Keinginan untuk sering buang air besar juga kini dikaitkan dengan gejala COVID-19. Dokter umum Diana Gall mengatakan, "Gangguan pencernaan dan perubahan pada kebiasaan buang air, terutama feses lembek dan frekuensi buang air yang sering, terkadang adalah gejala awal gangguan kesehatan, tak hanya infeksi coronavirus," ujarnya pada laman Express.
"Meski demikian, diare dilaporkan sebagai gejala awal pada pasien yang kemudian dinyatakan positif COVID-19."
Studi baru yang dipublikasikan dalam American Journal of Gastroenterology menganalisis data 204 pasien COVID-19 di Provinsi Hubei, China. Hasilnya, 50 persen diantaranya mengalami diare, muntah, dan nyeri perut.Â
Kondisi tak biasa ini kerap mengecoh para dokter ketika mendiagnosis pasien sehingga para peneliti kembali mengingatkan agar dokter-dokter lebih cermat dan berhati-hati menghadapi pasien.
Advertisement
Nyeri Testis
Gejala aneh lain yang terkait virus corona baru adalah nyeri testis. Hal itu diungkap oleh para ahli di Harvard Medical School.
Para peneliti membuat laporan mengenai pria 42 tahun yang positif terjangkit COVID-19 setelah sebelumnya mengeluhkan nyeri luar biasa pada testis. Dokter tak menemukan masalah pada testis pria tersebut. Namun, hasil pindai menunjukkan ada kerusakan pada paru-parunya dan beberapa hari kemudian pria tersebut dinyatakan positif terinfeksi virus corona baru.
Meski hingga kini belum jelas apakah nyeri testis yang dialami pria itu terkait dengan virus corona, namun virus jenis lain diketahui memang bisa berdampak pada kesehatan testis.
Peradangan Mata
Kondisi peradangan mata atau konjungtivitis atau lebih dikenal dengan sakit mata juga dikaitkan dengan COVID-19. Kondisi ini merupakan peradangan pada lapisan jaringan transparan pada mata (konjungtiva) yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata.
Mengutip laman CNN, laporan dari China dan negara lain di dunia, 1 hingga 3 persen orang dengan COVID-19 mengalami sakit mata. Meski demikian, infeksi virus lainnya juga bisa menyebabkan sakit mata, sehingga para peneliti tak heran bila SARS-CoV-2 menunjukkan gejala serupa.
Advertisement
Pikun
Frank M Carter, lansia asal Tennessee, AS mengalami delirium sehingga tak sadar akan apa yang terjadi di sekelilingnya. Frank dinyatakan positif COVID-19 dan tutup usia sepekan setelah didiagnosis, mengutip NBC News.
Putri Frank, Nicole mengatakan, semula ayahnya mengalami mual dan muntah sehingga diduga mengalami dehidrasi. Nicole yang berprofesi sebagai perawat pun memberi cairan infus. Ia menyadari ada yang tak beres dengan sang ayah ketika Frank tak bereaksi saat dipasangi jarum infus. Kemudian Frank juga mengalami gangguan kesadaran karena tidak mengenali sekitar.
"Ia tampak berjarak. Di matanya ada tatapan aneh, seolah keadaan mentalnya berubah," ujar Nicole yang meyakini kondisi tersebut merupakan gejala COVID-19.
Infeksi virus corona bisa saja berdampak pada otak, selain paru-paru. Studi yang dimuat dalam JAMA Neurology menunjukkan virus Corona berdampak pada otak seorang pasien asal Wuhan. Ia seperti kehilangan kesadaran dan mengalami stroke. Dalam studi disebut, 214 paien yang diteliti, sepertiganya mengalami kondisi serupa.