Liputan6.com, Jakarta Ahli mengatakan kalangan selebritas punya pengaruh besar ketika menyebarkan berita palsu dan teori konspirasi soal COVID-19.
Para peneliti dari Universitas Queensland, Australia menyalahkan bintang-bintang, seperti Woody Harrelson dan Whiz Khalifa dalam kontribusi penyebaran berita palsu. Penelitian ini menyelidiki seberapa jauh unggahan di internet menjadi berita di halaman depan.
Baca Juga
“Ini adalah penyebar super. Mereka adalah orang-orang yang benar-benar membuat sesuatu menjadi viral,” kata Axel Bruns, profesor di Pusat Penelitian Media Digital dan Teknologi, seperti dikutip New York Post.
Advertisement
Selebritas papan atas bahkan dapat memicu informasi yang salah hanya dengan mendiskusikan sebuah teori tanpa mengunggahnya di media sosial, tambahnya.
“Selebritas besar dengan jutaan pengikut di Twitter atau Facebook yang membicarakan hal ini, meskipun tidak begitu serius, jelas itu menjangkau khalayak yang jauh lebih besar,” kata Bruns.
Para peneliti menemukan bahwa lonjakan dalam sirkulasi informasi yang salah terkait COVID-19 secara online hampir selalu dikaitkan dengan selebritas atau dukungan media.
Simak Video Berikut Ini:
Aktor Woody Harrelson
Contohnya, peneliti memeriksa berita palsu yang menyatakan menara ponsel 5G menyebarkan virus corona. Anggapan ini seketika menyebar luas setelah aktor The Hunger Games Woody Harrelson mempromosikan teori konspirasi di Instagram, dan rapper Whiz Khalifa berbicara tentang hal itu dalam video Facebook.
Dalam sebuah unggahan Instagram yang sekarang telah dihapus, Harrelson (58), mengatakan kepada lebih dari 2 juta pengikutnya bahwa ia menemukan sebuah laporan tentang efek negatif 5G dan perannya dalam pandemi COVID-19.
Teori berbahaya juga meningkat setelah tabloid Inggris Daily Express menulis sebuah artikel tentang itu. Ditambah seorang petinju Inggris memposting video tentang konspirasi tersebut ke grup olahraga dengan hampir 26 juta anggota, menurut penelitian.
“Sekarang publik benar-benar bingung, dan benar-benar terpecah. Mereka mengarahkan jari ke Cina dan satu sama lain, "kata peneliti lain, Timothy Graham.
Advertisement