Liputan6.com, Thailand - Ketiga kalinya Shabrina Qisthi Dien menjalani puasa Ramadan di Thailand. Dia bilang suasananya selalu seru dan beda setiap tahunnya. Terlebih pada Ramadan tahun ini, Shabrina harus melaksanakan Rukun Islam ke-3 di tengah pandemi COVID-19.
Shabrina adalah jebolan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Usai meraih gelar Sarjana pada 2018, dia hijrah ke Thailand untuk bekerja sebagai guru.
Baca Juga
Aturan Masa Tenang Pilkada 2024, Apa yang Harus Dilakukan dan Dihindari serta Ketahui Sanksinya Jika Melanggar
Profil Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP yang Bongkar Ambisi Jokowi untuk Terus Berkuasa
Profil Ruben Amorim Pelatih Kepala MU, Ingin Punya Kewenangan Atur Transfer Pemain Tim Berjuluk Setan Merah
Di tahun pertamanya, Shabrina mengajar di Darul Maaref Foundation School di daerah Satun. Sekolah ini berkonsep boarding school atau sekolah berasrama. Sehingga saat bulan puasa datang, seluruh waktunya dihabiskan bersama murid-murid. Dari waktu sahur, kegiatan belajar mengajar, buka puasa, sampai salat tarawih berjamaah pun dilakukan bersama-sama.
Advertisement
Shabrina mengaku tak butuh waktu lama untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Hanya dalam waktu beberapa hari saja, dirinya sudah merasa nyaman karena ternyata di Satun---berlokasi di selatan Thailand yang berbatasan dengan Perlis, Malaysia---tidak berbeda jauh sama di Indonesia.
"Orangnya benar-benar welcome sama orang baru," kata Shabrina saat berbincang dengan Health Liputan6.com pada Selasa, 28 April 2020.
Akan tetapi tidak dengan memahami bahasa lokal, yang memakan waktu berbulan-bulan. Sehingga Shabrina sempat kelimpungan memahami isi ceramah yang dia dengar saat salat tarawih.
"Di sini salat tarawihnya 21 rakaat. Terus ceramahnya berbahasa Thailand. Benar-benar enggak paham," katanya.
"Tapi, menarik, sih, karena jadi menerka-nerka itu ustadz lagi ngomong apa," Shabrina tertawa.
Hal lain yang bikin Shabrina kaget saat akan salat Idulfitri. Dia semula berpikir waktu pelaksanaan salat Id di sana sama kayak di Indonesia. Tak tahunya berbeda jauh.
"Baru mulai salat pukul 09.30 (waktu setempat)," katanya.
"Biasa kalau di Indonesia 'kan jam segitu sudah selesai salat, lagi menikmati opor ayam. Nah, kalau di daerah tempat aku salat baru mulai," katanya.
Sedangkan untuk ceramahnya, dia bisa sedikit bernapas lantaran sang penceramah memakai bahasa Melayu.
"Karena pada saat itu aku salat di daerah yang mayoritas penduduknya berbahasa Melayu. Walaupun masih di Thailand ya," kata Shabrina.
Puasa Tahun ke-2 Semuanya Serba Terasah Termasuk Kemampuan Berbahasa Thailand dan Masak
Masuk tahun kedua sampai dengan sekarang, Shabrina pindah ke Krabi. Masih di selatan Thailad tapi jauh dari perbatasan. Dia mengajar di Anuban Muslim Krabi School.
Memasuki tahun yang baru, Shabrina tak lagi mengalami kesulitan dalam hal beradaptasi. Termasuk soal waktu puasanya. Sahur berakhir di pukul 05.00 dan buka puasa di pukul 06.40.
Hanya saja untuk kali ini dia harus hidup lebih mandiri, karena harus tinggal sendiri. Beruntung Shabrina punya rekan kerja sesama guru yang selalu mengajak dia untuk buka puasa bareng di masjid.
"Pas tahun kedua ini aku lebih banyak buka puasa di masjid karena mereka bikin kenduri, setiap hari selama Ramadan," kata Shabrina.
Pada momen puasa Ramadan di tahun keduanya, Shabrina merasa lebih banyak dapat kenalan orang baru dan lebih akrab sama penduduk sekitar.
"Bahasa Thailand aku terasa setelah di sini," ujarnya. Sebab, mayoritas di Krabi memang menggunakan bahasa Thailand dan Inggris. Berbeda dengan di Satun, masyarakatnya lebih banyak menggunakan bahasa Melayu.
Lantaran kemampuannya yang semakin terasah, mendengar omongan penceramah yang seperti 'orang kumur-kumur' dengan mudah dia mengerti. Tak hanya kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa Thailand saja yang meningkat, kemampuan memasaknya pun kian menjadi-jadi selama di daerah ini.
"Maklum, aku tinggal sendiri, jadi sering masak. Terkadang masih dapat juga dari tetangga, karena mereka tahu aku tinggal sendiri," katanya.
Advertisement
Puasa Ketiga Bersamaan dengan Pandemi COVID-19 di Thailand
Hal yang berbeda jauh harus Shabrina alami di tahun ketiga. Pada Ramadan kali ini, dia harus di rumah seorang diri, masak sendiri, sehingga sahur dan buka puasa pun dilakukan sendirian.
"Kalau yang jualan makanan kecil gitu masih ada yang buka. Tapi, sudah enggak ada buka puasa bareng di masjid dan tarawih," katanya.
Setelah Virus Corona menyebar luas di Thailand, kata Shabrina, pemerintah memutuskan mempercepat tahun akademik. Semua harus selesai per 18 Maret 2020. Dan, sejak hari itu, sekolah dan universitas di seluruh wilayah Thailand ditutup.
Alhasil, liburan semester dipercepat. Pemerintah bahkan memundurkan tahun ajaran baru 2020-2021. "Seharusnya dimulai 16 Mei, diundur jadi 1 Juli. Jadi, kegiatan belajar mengajar akan dimulai tanggal 1 Juli 2020," ujarnya.
Corona di Thailand, Pemerintah Tak Berlakukan Lockdown
Guna memutus rantai penyebaran virus penyebab Corona COVID-19 di Thailand, pemerintah tak memberlakukan lockdown, melainkan curfew alias jam malam. Dengan kata lain, segala kegiatan termasuk jam berkendara, dibatasi.
"Kendaraan yang berlalulalang di-stop dari pukul 10.00 malam sampai 05.00 pagi," ujarnya.
Lebih lanjut, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan tidak boleh ada kendaraan umum, akap, dan pribadi untuk keluar kota sejak 26 Maret sampai dengan 31 April 2020. Serta penutupan wilayah untuk perantau. Jadi, penduduk dilarang keluar kota.
"Di sini toko-toko, termasuk 7/11, tutup dari pukul 08.00 malam sampai 05.00 pagi," katanya.
"Pasar masih buka, tapi jam operasinya diganti. Yang tadinya sore, jadi pukul 06.00 sampai 11.00 pagi," Shabrina mengatakan.
Seluruh mal di Thailand pun tutup. Yang buka hanya swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari dan apotek. Kebijakan lainnya, orang-orang di sana diwajibkan memakai masker ke mana saja mereka pergi. Bahkan, di Phuket, polisi akan menangkap orang-orang yang tak memakai masker.
"Terus kalau mau masuk 7/11 harus pakai masker. Kalau enggak, enggak boleh. Mereka pun akan dicek suhunya terlebih dahulu, dan disuruh memakai hand sanitizer," katanya.
Menurut Shabrina, cara seperti ini dirasa cukup efektif lantaran saat ini, berdasarkan data yang ada, yang dinyatakan sembuh dari COVID-19 sudah bertambah banyak sekali.
Advertisement
Kegiatan di Rumah Saja Selama Pandemi Corona di Thailand
Gara-gara harus di rumah saja selama pandemi COVID-19, kegiatan yang bisa Shabrina kerjakan tak jauh-jauh dari orang kebanyakan. Tidur, masak untuk sahur dan buka puasa, memperbarui informasi perkembangan Corona di Thailand, olahraga, nonton film, ibadah.
"Ibadahnya semakin gencar karena enggak ada kegiatan apa-apa juga," katanya.
Karena sudah 'jago' masak, Shabrina pun jadi lebih sering mencoba menu-menu baru setiap harinya. Meskipun tak jauh dari masakan Thailand, seperti pad thai, tomyum, pad Kra phau khai.
Simak Video Menarik Berikut Ini
Advertisement