Liputan6.com, Jakarta Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Ivan Noersyid menyampaikan, henti jantung tidak selalu disebabkan karena adanya riwayat penyakit jantung. Pasien henti jantung dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Beberapa faktor henti jantung, seperti diare yang berakibat pada kekurangan cairan berlebih dan tension pneumothorax--kondisi saat udara yang terkumpul pada rongga pleura (lapisan tipis yang melapisi paru-paru dan dinding dada) tidak dapat keluar, tetapi udara dari dinding dada dan paru-paru terus masuk ke rongga tersebut.
Advertisement
Kondisi tersebut akan menekan bukan hanya paru-paru, melainkan juga jantung.
“Contohnya, jika pembuluh darah kekurangan cairan, maka pembuluh darah akan kekurangan oksigen, sehingga tidak dapat bekerja secara maksimal,” jelas Ivan sebagaimana keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Kamis (7/5/2020).
Jika pasien ditemukan riwayat penyakit yang menyebabkan henti jantung, maka pasien tersebut akan diberikan treatment atau pengobatan utama yang berbeda, bergantung pada riwayat penyakitnya.
Riwayat Serangan Jantung
Jika pasien henti jantung punya Riwayat serangan jantung, maka masih dapat dibantu melalui kateterisasi jantung. Apabila pasien mengalami kekurangan cairan, maka pasien akan diberikan cairan agar jantung bisa bekerja.
“Semua penyebab henti jantung akan dievaluasi untuk diberikan tindakan medis yang tepat” ujar Ivan, yang berpraktik di Primaya Hospital Bekasi Timur.
“Untuk pasien dengan riwayat penyakit jantung, diharapkan pasien tidak melakukan aktivitas atau olahraga berat agar terhindar dari henti jantung.”
Advertisement
Pencegahan Henti Jantung
Ivan menjelaskan, ada dua kategori pasien dalam melakukan pencegahan henti jantung. Kategori pertama, pasien yang tidak memiliki gejala penyakit apapun, tapi orang tersebut berusia lebih dari 40 tahun dan memiliki faktor risiko.
Seperti tensi tinggi, punya riwayat penyakit jantung dan kebiasaan merokok dan meminum alkohol. Untuk seseorang dengan kategori tersebut, sebaiknya dilakukan medical check up secara rutin dan melakukan pola hidup sehat.
Kategori kedua, tindakan preventif pada pasien yang sudah memiliki penyakit sebelumnya, seperti riwayat penyakit jantung, stroke, gula, dan sebagainya. Pasien dalam kategori ini harus melakukan pengobatan secara disiplin sesuai dengan anjuran dokter.
Tetap Konsultasi
Di tengah pandemi COVID-19, pasien tetap harus melakukan konsultasi dengan dokter, terutama untuk penyakit yang memang harus segera ditangani atau diobati.
“Sekarang ini, bisa juga pasien berkonsultasi online menggunakan telemedicine. Intinya, pasien harus mengikuti anjuran dokter dan rutin meminum obat,” tambah Ivan.
Agar tetap sehat, Ivan menganjurkan, lakukan pola hidup dengan mengurangi makanan yang mengandung kolesterol dan rutin berolahraga minimum 40 menit untuk membakar gula dan lemak.
"Hindari merokok, meminum alkohol, dan makan makanan tinggi gula. Lakukan pola tidur yang cukup minimal 8 jam dalam sehari," tutupnya.
Advertisement