Liputan6.com, Jakarta Dinda Utami Pelatih Kebugaran dan Pendiri BugarYuk! Berbagi pemahaman menganai Emotional Eating dan bagaimana cara mengatasinya.
Dinda memulai pembicaraan dengan definisi emosi. Menurutnya, emosi adalah energi yang bisa dirasakan tapi tidak bisa dilihat. Emosi ini juga bergerak dinamis dari waktu ke waktu.
Baca Juga
Sedang Emotional Eating secara sederhana adalah keinginan untuk makan namun bukan karena lapar fisik melainkan karena lapar emosi.
Advertisement
Lapar fisik ditandai dengan reaksi tubuh yang terjadi akibat perut benar-benar tidak diisi makanan. Ciri-cirinya dapat berupa perut berbunyi, lemas, dan tangan gemetar.
“Makanan itu seperti bahan bakar agar manusia bisa tetap bergerak. Seperti mobil kalua bensinnya sudah mau habis pasti ada tanda-tandanya,” kata Dinda dalam siaran Instagram @apki_Indonesia, Sabtu (9/5/2020).
Sedang lapar emosi adalah keinginan untuk makan karena ada dorongan emosi. Misal, ketika sedih seseorang melampiaskan kesedihannya dengan cara makan.
“Ini tidak salah, yang salah adalah menjadikan makan sebagai satu-satunya alat untuk mengatasi emosi.”
Simak Video Berikut Ini:
Mengatasi Emotional Eating
Menurut Dinda, salah satu cara untuk mencegah terjadinya emotional eating adalah secara perlahan memahami perilaku diri. Kenali proses keinginan makan apakah memang karena lapar atau karena emosi.
“Pahami emosinya apa, pemicunya apa, lebih memahami diri dan karakter. Tarik napas, untuk membantu menyadari kebiasaan yang dilakukan secara tidak sadar menjadi lebih sadar.”
Ia mencontohkan seseorang yang ketika membuka lemari es selalu tak kuasa menahan keinginan untuk memakan kue peanut butter. Padahal, yang dirasakan bukan rasa lapar fisik melainkan peanut butter ini memiliki sejarah yang mengingatkan orang tersebut kepada sang nenek sebagai sumber ketenangan.
“Sadari bahwa untuk mengatasi masalah emosi itu bukan hanya makanan.”
Advertisement