Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa hingga 13 Mei 2020, BPJS Kesehatan mempunyai utang klaim yang jatuh tempo kepada rumah sakit sekitar 4,4 triliun rupiah.
Hal ini diungkap oleh Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Kemenkeu Kunta Wibawa Dasa dalam konferensi pers daring pada Kamis kemarin.
Baca Juga
"Dengan putusan MA (Mahkamah Agung) kemarin, pasal 34 yang dibatalkan, dengan kondisi tadi, kalau kita lihat kondisi BPJS Kesehatan, sampai dengan 13 Mei, kita masih ada yang jatuh tempo 4,4 (triliun) yang harus segera dibayar," kata Kunta, ditulis Jumat (15/5/2020).
Advertisement
Maka dari itu, Kunta mengatakan perlu ada perbaikan dan upaya untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan dalam rekapitulasinya mengungkapkan bahwa putusan MA berdampak pada kondisi keuangan mereka di tahun 2020. Mereka mengungkapkan, situasi ini mempercepat terjadinya defisit JKN yang awalnya diperkirakan terjadi pada 2024 menjadi 2022.
Simak juga Video Menarik Berikut Ini
Diharapkan Bisa Surplus 1,7 Triliun
Dalam presentasinya, BPJS Kesehatan mengungkapkan bahwa di tahun 2020, mereka akan mengalami defisit sebesar 6,9 triliun, termasuk menampung carry over defisit tahun 2019 sebesar 15,5 triliun.
Di tahun 2021, Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan akan mengalami defisit yang semakin melebar. Sehingga, diperlukan langkah signifikan untuk menjaga kesinambungan program.
"Harapannya memang keuangan DJS Kesehatan untuk 2020 itu bisa surplus naiknya 1,76 triliun karena kemarin ada carry over di 2019 sekitar 15,5 (triliun)," kata Kunta.
"Dan harapannya kita bisa meningkatkan kualitas layanan kesehatan termasuk mereview INA-CBGs," ujarnya.
Advertisement