Sukses

Cegah Penularan COVID-19, Dokter Penerbangan: Bukan dengan Pengurangan Jumlah Kursi Pesawat

Menurut Perhimpunan Dokter Penerbangan, untuk mengurangi penularan COVID-19 bukan dengan pengurangan jumlah kursi pesawat.

Liputan6.com, Jakarta Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan Indonesia (Perdospi) menyampaikan, untuk mengurangi penularan COVID-19, bukan dengan pengurangan jumlah kursi pesawat. Upaya ini yang mana berdasarkan konsep physical distancing di era New Normal.

"Kami merekomendasikan tidak dilakukannya pengurangan jumlah kursi pesawat yang digunakan penumpang. Misalnya, menjadi hanya 50 persen dari kapasitas) berdasarkan konsep physical distancing di era New Normal ini," ungkap Ketua Perdospi Wawan Mulyawan, sebagaimana keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com, Senin (8/6/2020).

"Ya, karena tidak meyakini upaya tersebut merupakan satu-satunya cara untuk mengurangi penularan COVID-19.  Cara lain, pengurangan resiko penularan dengan menaikkan level proteksi APD (alat pelindung diri), seperti penggunaan masker bedah 3-ply (tiga lapis), penggunaan face shield, dan pembatasan pergerakan di dalam kabin."

Ia menyebut, dalam pengelolaan pencegahan penularan COVID-19 di kabin pesawat yang cukup sempit, optimalisasi proteksi atau perlindungan diri lebih diutamakan dibandingkan penerapan konsep physical distancing.

2 dari 4 halaman

Ketersediaan Health Passenger Kit

Perdospi juga merekomendasikan pengadaan health passenger kit untuk setiap penumpang pesawat yang berisikan 1 buah surgical mask 3-ply, satu botol mini hand sanitizer gel, dan satu sachet tisu disinfektan untuk membersihkan permukaan.

"Tisu disinfektan menggunakan bahan yang sesuai dengan standar ICAO/IATA, yang tidak merusak/korosif terhadap pesawat. Passenger kit ini sudah dimasukkan dalam komponen harga tiket pesawat," tambah Wawan.

Salah satu yang menjadi perhatian Perdospi juga terkait penggunaan masker saat di bandara dan di dalam pesawat agar dinaikkan levelnya, dari penggunaan masker kain (yang standardisasinya sulit) menjadi masker bedah (surgical mask) 3 lapis (3-ply). Tak lupa, skrining dokumen kesehatan calon penumpang juga perlu dilakukan dengan cermat.

"Untuk bandara-bandara di daerah tertentu yang dianggap belum bisa melaksanakan skrining, dapat diberikan kelonggaran terkait skrining kesehatan penumpang pesawat, yang harus berdasarkan kebijakan pusat yang terlebih dahulu berkonsultasi dengan pemerintah daerah," jelas Wawan.

"Secara umum, skrining mandiri yang cukup efektif dengan biaya lebih terjangkau seperti rapid test antigen COVID-19 hendaknya dapat lebih digencarkan."

3 dari 4 halaman

Perlindungan Awak Kabin

Wawan menegaskan, awak kabin juga perlu ditingkatkan dalam hal perlindungan terhadap COVID-19.

"Khusus untuk awak kabin, penggunaan alat pelindung diri sama seperti untuk penumpang namun ditambahkan sarung tangan. Dapat dipertimbangkan penggunaan face shield dengan tetap mengedepankan aspek keselamatan penerbangan," tegasnya.

Di sisi lain, dalam tatanan baru New Normal, Perdospi menganggap wajar jika proses check in dan boarding akan berjalan lebih lama, setidaknya maksimal waktu yang dapat ditoleransi adalah batas check in 2 jam sebelum jadwal keberangkatan pesawat domestik dan 3 jam sebelum keberangkatan pesawat internasional.

"Untuk kedatangan maksimal lama penumpang tertahan di bandara karena proses skrining adalah 2 jam. Harapan kita semua, dengan ditemukannya vaksin untuk COVID-19 di kemudian hari, tatanan New Normal ini tetap menjadi pola hidup sehat dan bersih yang rutin dilakukan masyarakat pengguna jasa penerbangan, bukan karena ada penegakan hukumnya," tutup Wawan.

4 dari 4 halaman

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

Video Terkini