Sukses

Tak Hanya Smartphone yang Canggih, Teknologi Kedokteran Ortopedi Pun Semakin Maju Pesat

Seiring berkembangnya teknologi, tindakan di bidang ortopedi pun berkembang. Ada proses terbaru untuk pemulihan pasien dengan teknologi terkini.

Liputan6.com, Jakarta Perkembangan teknologi terus meningkat. Tak hanya teknologi komunikasi layaknya smartphone yang selalu update mengenai teknologi terbaru. Di dunia kedokteran juga memiliki peningkatan teknologi yang pesat. Salah satunya dokter spesialis ortopedi.

Umumnya, saat mendengar ortopedi, identik dengan pembedahan. Namun, seiring berkembangnya teknologi, tindakan di bidang ortopedi pun berkembang. Ada proses terbaru untuk pemulihan pasien dengan teknologi terkini.

Menanggapi hal itu, Nicolaas Budhiparama, MD.,PhD., SpOT (K) dan Dr. Hendy Hidayat, SpOT  mengatakan teknologi saat ini telah memungkinkan untuk operasi dengan navigasi komputer, operasi robotic, serta tindakan minimal-invasive dibidang ortopedi, seperti prosedur arthroskopi, dan terapi berbasis sel dan jaringan seperti terapi sel punca (stem cell) ataupun PRP (platelet rich plasma).

“Perkembangan teknologi terbaru ini diharapkan dapat memberikan penyembuhan yang lebih cepat kepada pasien, dan mengurangi komplikasi,” ujar Nicolaas

Dari situ, Nicolaas menjelaskan beberapa teknologi terkini di bidang ortopedi yang sedang trending dan menjadi bahasan hangat di dunia dan Indonesia.

Operasi berbasis navigasi komputer (Computer Assisted Surgery)

Sejak dua dekade terakhir, teknologi komputer sudah banyak membantu tindakan operasi di bidang ortopedi, terutama dalam operasi penggantian sendi lutut (total knee arthroplasty).

“Secara teori, dengan bantuan navigasi komputer, beberapa langkah krusial dalam tindakan penggantian sendi lutut seperti pengaturan sudut, potongan tulang, dan penempatan implant menjadi jauh lebih akurat. Navigasi komputer ini sempat marak di Indonesia. Pada tahun 2004 Kami memperkenalkan CAS ini di Indonesia,” imbuh Nicolaas.

Ia melanjutkan bahwa meskipun demikian, setelah beberapa tahun dipelajari dan diteliti secara luas, ternyata teknologi ini ‘more hype than hope’ yang artinya lebih banyak popularitasnya saja dibandingkan dengan realita hasil yang didapat.

Berdasarkan penelitian terbaru yang salah satunya di publikasikan penulis di jurnal quality 1, teknologi navigasi komputer ini memang terbukti meningkatkan akurasi dan kualitas penempatan implan.

“Tetapi dilihat dari kapasitas fungsional dan kepuasan subjektif pasien, hasilnya tidak berbeda dengan operasi secara konvensional. Di samping itu, karena tindakannya lebih kompleks, durasi operasi pun menjadi lebih lama dan memerlukan biaya yang lebih besar daripada operasi konvensional. Oleh karena itu, saat ini navigasi komputer dalam ortopedi sudah di tinggalkan, hanya digunakan pada kasus-kasus tertentu yang sulit, agar manfaatnya dapat dirasakan oleh pasien,” tutur Nicolaas.

Operasi Robotik

Perkembangan teknologi dan keinginan untuk mencapai hasil operasi yang lebih baik membuat orang mengembangkan teknologi operasi robotik. Beberapa tahun terakhir, semakin banyak tindakan operasi yang menggunakan asistensi robotik, misalnya operasi tulang belakang, panggul, dan lutut. Kehadiran robot ini memberikan akurasi dan presisi di setiap langkah-langkah tindakan.

“Saat ini teknologi robotik ini masih cukup baru dan membutuhkan beberapa penyesuaian teknis di lapangan operasi. Kadangkala pengaturan robotik kurang sesuai dengan maksud dan keinginan dokter operator, sehingga harus dilakukan pengaturan ulang yang cukup menyulitkan,” tutur Nicolaas.

Mengenai teknologi robotik, lanjut Nicolas, bahwa masih relatif baru dan harganya relatif mahal. Meskipun ada beberapa penelitian yang melaporkan hasil yang cukup baik pada jangka pendek, tetapi laporan terkini dari Korea dan USA menunjukkan hasil yang tidak berbeda makna dalam jangka Panjang bila dibandingkan dengan operasi konvensional. Oleh sebab itu kita memerlukan evaluasi jangka panjang.

“Bagi Ahli Bedah dengan jam terbang tinggi dan sanggup membeli alat ini mungkin tidak membutuhkannya. Tetapi bagi ahli bedah pemula yang sebenarnya membutuhkan, namun tidak mampu untuk membelinya,” ujar Nicolaas.

Namun, menurut Nicolaas teknologi robotik terbaru jangan hanya menjadi barang ajang promosi semata. Harus ada evaluasi secara parnipurna dan benefitnya ke pasien. Seperti halnya CAS yg pada awalnya menjadi primadona, sekarang sudah di tinggalkan.

“Adanya teknologi robot di kamar operasi, bukan berarti bisa mengganti peran dokter bedah tersebut. Karena dokterlah yang mengetahui apa yang harus dilakukan pada saat operasi untuk mencapai proses pemulihan yang sempurna,” imbuh Nicolaas.   

 

2 dari 4 halaman

Sel punca mesenkimal (Mesenchymal Stem Cell)

Sel punca adalah sel yang belum berdiferensiasi dan mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk berkembang menjadi banyak jenis sel yang berbeda di dalam tubuh.

Sel punca mesenkimal dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel tulang, otot, ligamen, tendon, dan lemak. Terapi sel punca saat ini merupakan trending di dunia kedokteran dan bahkan banyak bahkan banyak diklaim untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Namun, tidak semua klaim sel punca adalah “the real stem cell”.

Jadi pertanyaannya ‘Terapi sel punca seperti apa yang terbukti secara klinis bermanfaat?

Menurut dr. Hendy terapi sel punca yang sudah terbukti secara klinis dalam berbagai studi di dunia adalah terapi sel punca autologus, dimana sel punca berasal dari tubuh sendiri, dibiakkan, lalu dimasukkan kembali ke tubuh pasien itu sendiri.

Pada terapi sel punca autologus, sumsum tulang yang kaya akan sel punca diambil dari tubuh pasien, lalu dibawa ke laboratorium yang tersertifikasi untuk diisolasi dan kemudian dibiakkan hingga sel punca mencapai jumlah tertentu.

“Setelah itu, sel punca yang sudah dibiakkan akan disuntikan kembali ke bagian yang cedera di tubuh pasien. Sel punca yang disuntikkan diharapkan akan berdiferensiasi menjadi jaringan sesuai dengan jaringan yang cedera untuk melakukan regenerasi,” dr. Hendy.

Dalam dunia ortopedi, lanjut dr. Hendy aplikasi terapi stem cell dilakukan pada cedera tulang rawan, osteoarthritis, patah tulang non-union, patah tulang berat dengan defek tulang, dan cedera saraf tulang belakang. Namun, hingga saat ini belum ada panduan terstandarisasi mengenai aplikasi terapi sel punca untuk bidang ortopedi.

Hal ini pula yang menyebabkan bervariasinya hasil terapi sel punca di bidang ortopedi, beberapa mengklaim terapi ini berhasil dan beberapa mengklaim tidak berhasil.

“Terapi sel punca membuka harapan penyembuhan di bidang ortopedi untuk masa depan, tetapi masih diperlukan penelitian lebih lanjut dan standarisasi untuk mencapai hal tersebut. Sekarang ini masih dilakukan penelitian di beberapa institusi di Indonesia,” tutur dr. Hendy.

 

3 dari 4 halaman

PRP (Platelet Rich Plasma)

PRP adalah plasma darah yang mengandung sel keping darah (platelet) dengan konsentrasi tinggi (4-5x lipat konsentrasi normal). Konsentrasi platelet yang tinggi ini secara klinis terbukti dapat melepaskan faktor-faktor pertumbuhan yang dapat membantu regenerasi jaringan yang rusak.

“Terapi PRP dilakukan dengan mengambil sejumlah darah dari tubuh pasien kemudian diproses dan diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan plasma dengan konsentrasi platelet yang tinggi,” ujar dr. Hendy. 

Mengenai plasma tersebut, dr. Hendy melanjutkan diambil dan disuntikkan kembali ke bagian tubuh pasien yang mengalami cedera. Nantinya, hal ini diharapkan akan memicu faktor-faktor pertumbuhan untuk mengurangi inflamasi, dan mempercepat regenerasi jaringan.

Dalam bidang ortopedi, aplikasi PRP sudah terbukti secara klinis efektif dan bermanfaat untuk cedera ligamen, tendon, dan otot. Terapi ini terbukti dapat mempercepat pemulihan cedera pada jaringan-jaringan tersebut.

Namun, aplikasi PRP pada jaringan lain seperti cedera tulang rawan, osteoarthritis, patah tulang, belum memperlihatkan hasil yang lebih baik. Hasil studi mengenai aplikasi PRP pada kondisi tersebut masih memperlihatkan hasil yang bervariasi.

“Sama seperti terapi sel punca, saat ini terapi PRP juga masih belum memiliki panduan baku dan standarisasi dalam aplikasi di bidang ortopedi. Metode yang digunakan untuk memperoleh PRP pun masih bervariasi hingga saat ini. Oleh karena itu masih diperlukan studi untuk memperluas indikasi penggunaan PRP di bidang ortopedi,” imbuh dr. Hendy.   

 

4 dari 4 halaman

Arthroskopi

Terakhir adalah Arthroskopi. Tindakan ini merupakan suatu prosedur minimal invasive yang dilakukan dengan memasukan kamera atau scope ke dalam sendi melalui sebuah sayatan kecil untuk meneropong kondisi sendi.

Prosedur arthroskopi ini bukanlah hal baru untuk kalangan medis, dan sebenarnya sudah menjadi protokol standar beberapa operasi.

Saat ini tindakan tersebut semakin popular dan dapat dilakukan pada indikasi penyakit yang diperluas. Tindakan ini bisa digunakan sebagai prosedur diagnostik untuk memastikan penyakit, maupun terapetik untuk melakukan suatu prosedur tindakan rekonstruksi atau terapi pada sendi. Prosedur ini dapat dilakukan pada hampir semua sendi seperti lutut, pergelangan kaki, panggul, pergelangan tangan, bahu, hingga yang terkini pada tulang belakang.

“Tindakan ini memiliki beberapa keunggulan seperti sayatan yang kecil (kurang lebih 1-2 cm), perdarahan lebih sedikit, risiko infeksi yang lebih kecil, dan waktu operasi yang lebih singkat, yang dapat menunjang pemulihan pasca operasi yang lebih cepat pada pasien. Hal ini juga dapat mengurangi nyeri pasca operasi dan mempersingkat lama rawat bagi pasien,” tutur dr. Hendy.

Sebagai kesimpulan, dari Nicolaas dan dr. Hendy perkembangan teknologi dan aplikasinya pada dunia medis sudah banyak membantu operasi terutama di bidang ortopedi.

Meskipun demikian, setiap inovasi baru harus selalu dievaluasi secara komprehensif, dan dilihat hasilnya dalam jangka panjang. Perbaikan fungsi sehari-hari, tingkat kepuasan pasien, dan efektivitas biaya harus selalu diperhitungkan setiap kali menggunakan terobosan teknologi baru, sehingga manfaatnya benar-benar dirasakan oleh pasien.

Untuk informasi lebih lanjut klik di sini.

Artikel ini bekerjasama dengan Nicolaas Budhiparama, MD., PhD., SpOT(K) dari Nicolaas Institute of Constructive Orthopedic Research & Education Foundation for Arthoplasty & Sports Medicine. www.dokternicolaas.com, dan Instagram @nicolaasmdphd