Liputan6.com, Jakarta - Akhir-akhir ini obat dexamethasone jadi pembicaraan karena digunakan untuk menyembuhkan pasien COVID-19.
Pamornya kian naik setelah tim dari Universitas Oxford melakukan uji coba penggunaan dexamethasone kepada pasien COVID-19 yang tergolong parah. Hasilnya sangat memuaskan.
Baca Juga
Tak ingin masyarakat Indonesia gegabah dan langsung membeli serta mengonsumsi obat ini dengan dalih untuk mencegah penularan COVID-19, Farmakolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Zullies Ikawati menegaskan bahwa dexamethasone bukan sebagai vaksin atau antivirus.
Advertisement
Menurutnya, dexamethasone digunakan untuk mengurangi risiko kematian pada pasien COVID-19 yang parah.
“Perlu digarisbawahi bahwa obat dexamethasone itu bisa mengurangi kematian akibat COVID-19 yang parah. Jadi, itu hanya pada pasien-pasien COVID-19 yang menggunakan ventilator atau membutuhkan oksigen yang kondisinya sudah mengalami semacam badai sitokin dan peradangan yang berat,” ujar Zullies kepada Health Liputan6.com, Kamis (18/6/2020).
“Tapi jika dipakai untuk pasien dengan tingkat keparahan yang sedang atau ringan itu tidak berefek karena memang efeknya bukan sebagai antivirus, itu yang perlu digarisbawahi.”
Hindari Salah Kaprah
Zullies mengimbau masyarakat untuk tidak salah mengartikan fungsi obat ini. Mengingat dexamethasone bukan obat untuk mencegah virus melainkan untuk meredakan peradangan dan menekan imun.
“Obat ini memiliki efek menekan sistem imun, biasanya dipakainya untuk orang-orang alergi. Alergi itu kan sistem imunnya berlebihan, jadi orang alergi biasanya minum obat ini.”
Sebaliknya, jika dikonsumsi oleh orang sehat atau pasien COVID-19 dengan gejala sedang atau ringan obat ini tidak cocok karena dapat menurunkan imun dan membuat orang rentan terkena virus.
Ia menambahkan, obat ini termasuk golongan obat keras dan tidak untuk dikonsumsi sembarangan. Konsumsinya harus berdasarkan resep dokter.
Advertisement