Sukses

Prediksi Puncak Corona di Indonesia Agustus atau September, Epidemiolog UI: Tergantung

Jokowi memprediksi puncak pandemi Corona di Indonesia terjadi pada Agustus atau September 2020.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) memprediksi puncak pandemi Corona di Indonesia akan terjadi pada Agustus atau September 2020. Akan tetapi prediksi bisa saja meleset apabila virus ini tidak dikendalikan.

"Kalau melihat angka-angka memang nanti perkiraan puncaknya ada di Agustus atau September, perkiraan terakhir. Tapi kalau kita tidak melakukan sesuatu, ya bisa angkanya berbeda," ujar Jokowi kepada wartawan di halaman tengah Istana Merdeka Jakarta pada Senin, 13 Juli 2020.

Jokowi meminta para menterinya bekerja keras dalam menekan penyebaran virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. Jika tidak, pandemi ini dikhawatirkan akan semakin panjang.

Menanggapi prediksi orang nomor satu di republik ini, Epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Dr Pandu Riono MPH PhD berpendapat bahwa prediksi tersebut bisa benar bisa juga salah.

“Bisa benar bisa salah, salahnya itu terlalu optimis. Kalau respons kita bagus, surveilans kita bagus, penduduknya patuh pakai masker, kalau itu tidak dipenuhi, bisa mundur lagi,” ujar Pandu kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Selasa (14/7/2020).

“Jadi tergantung, sih, itu sampai sekarang kan masyarakat masih tidak mau memakai masker. Semua itu harus diperintahkan dulu presiden problem-nya," Pandu melanjutkan.

Padahal, kata Pandu, protokol kesehatan harus diterapkan sejak pandemi COVID-19 ada di Indonesia pada Maret lalu. Sayangnya, penanganan pandemi menjadi tidak cepat karena segalanya harus menunggu perintah presiden, kata dia.

Simak Video Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Respons Tidak Adekuat

Dalam hal ini Pandu juga menanggapi tentang respons yang tidak adekuat dan seharusnya dijalankan langsung oleh presiden bukan Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) maupun Gugus Tugas.

Respons yang tidak adekuat ini menjadi faktor terbesar penyebaran COVID-19, katanya. Respons ini termasuk pengetesan yang akurat, contact tracing, isolasi, dan lain-lain.

“Respons kita ini dikerjakan dengan tidak adekuat, seharusnya dikerjakan langsung sesuai dengan sistem pemerintahan bukan dengan gugus tugas. Penanggulangan ini harus ditangani langsung oleh presiden dan semua kementerian.”

Menurutnya, BNPB bukan organisasi yang tepat untuk melaksanakan penanggulangan wabah. Sedang, yang paling tepat dalam menangani wabah adalah negara bersama dengan Kementerian Kesehatan dan kementerian terkait lainnya.

“Karena ini lama dan harus segera diambil alih tidak lagi dilimpahkan ke Gugus Tugas.”

Dengan penanganan langsung oleh negara, hal paling signifikan yang akan dirasakan adalah di bagian operasional.

“Implementasinya akan lebih cepat, semuanya sesuai dengan infrastruktur kementerian. Sistem negara kita itu terdiri dari kabinet dan kementerian yang sudah punya pengalaman terkait sistem yang bisa dijalankan dengan cepat. BNPB itu bukan sistem, hanya badan," katanya.

3 dari 3 halaman

Kampanye Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat, Pandu mengatakan kampanye nasional yang dilakukan baru-baru ini seharusnya sudah dilakukan sejak Maret.

“Kampanye benar-benar kampanye bukan Jubir ngomong. Edukasi itu langsung ke masyarakat, mereka harus dengar dan menerima pesannya.”

Kampanye melalui media oleh Jubir tidak bisa dipastikan dapat sampai ke seluruh masyarakat, ujarnya. Masyarakat yang tidak memiliki akses internet atau televisi tidak akan mengetahui informasinya.

“Kampanye sebaiknya langsung ke masyarakat, akan lebih jelas dan lebih tahu. Pesannya pun jangan pesan yang membuat masyarakat bingung. Beritahu kewajiban memakai masker dan akibatnya jika tidak pakai masker.”

“Tanggung jawab masyarakat itu menjalankan 3M menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak, ini harus dilakukan secara nasional,” kata Pandu.