Sukses

Kasus Langka di Prancis, Bayi Terinfeksi COVID-19 dalam Kandungan

Temuan mengenai penularan Virus Corona COVID-19 dalam rahim ibu hamil ke bayinya ternyata pernah dilaporkan para peneliti di AS

Liputan6.com, Prancis - Dokter di Prancis melaporkan kasus langka yang mereka percaya sebagai bukti penularan pertama virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 dari ibu hamil ke bayinya yang berada di kandungan.

Para dokter mengungkapkan bahwa bayi laki-laki itu mengalami peradangan di otak beberapa hari setelah dilahirkan. Kondisi ini muncul setelah virus melewati plasenta dan menyebabkan infeksi sebelum kelahiran. Namun, usai mendapatkan perawatan, bayi tersebut berangsur-angsur pulih dengan baik.

Dalam studi peer-reviewed yang dimuat di jurnal Nature Communications para dokter memantau beberapa kelahiran bayi yang positif COVID-19 dan dicurigai tertular di dalam rahim.

Hingga saat ini, para dokter masih mengesampingkan kemungkinan bayi terinfeksi Corona selama atau sesaat setelah melahirkan.

"Sayangnya tidak ada keraguan tentang penularan dalam kasus ini," kata Daniele De Luca dari rumah sakit Antoine Béclère di Paris seperti dikutip dari The Guardian pada Rabu (15/7/2020).

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

2 dari 6 halaman

Kronologi Pemeriksaan

Dalam laporannya, para dokter melaporkan bahwa seorang ibu hamil berusia 23 dirawat pada 24 Maret lalu dengan demam dan batuk karena terkena COVID-19 pada akhir trimester ketiga. Ia baru dinyatakan positif virus corona setelah dirawat di rumah sakit.

Tiga hari setelah ia dirawat, para dokter harus segera melakukan operasi sesar darurat dengan kondisi sang ibu dirawat total. Bayi tersebut lalu diisolasi di unit perawatan intensif neonatal dan diintubasi.

Tes pada darah dan cairan yang diekstraksi dari paru-paru menunjukkan adanya infeksi COVID-19. Di sini, para dokter mengesampingkan infeksi virus, bakteri, atau jamur lainnya.

Pemeriksaan yang lebih luas menunjukkan bahwa virus telah menyebar dari darah ibu ke plasenta, di mana ia bereplikasi dan menyebabkan peradangan, untuk selanjutnya berlanjut ke bayi.

De Luca mengatakan, alasan hal seperti ini belum pernah ditunjukkan sebelumnya adalah karena dibutuhkan banyak sampel seperti darah ibu, darah bayi baru lahir, darah dari tali pusat, plasenta, cairan ketuban, yang menurutnya sangat sulit mendapatkannya di tengah pandemi.

"Ada beberapa kasus yang dicurigai, tetapi mereka tetap dicurigai karena tidak ada yang memiliki kesempatan untuk menguji semua ini dan memeriksa patologi plasenta."

3 dari 6 halaman

Perawatan dan Pemulihan Bayi

Mereka mengatakan, tingkat virus tertinggi ditemukan di plasenta yang kaya akan reseptor. Kondisi ini serupa seperti ditemukan di paru-paru yang digunakan virus untuk menyerang sel manusia.

Bayi itu sempat mengalami kejang otot yang membuatnya kepala, leher, dan punggungya melengkung ke belakang. Gejala neurologis semacam ini terlihat pada beberapa kasus meningitis. Pemindaian MRI juga menunjukkan tanda-tanda gliosis, efek samping dari cedera neurologis yang dapat menyebabkan jaringan parut di otak.

Karena belum adanya panduan klinis perawatan bayi dengan COVID-19, para dokter sempat ingin memberikan remdesivir. Namun, bayi ini pulih secara bertahap tanpa bantuan sehingga tidak ada obat khusus yang diberikan.

Dalam pemindaian berikutnya, kondisi sang bayi disebut hampir mencapai kondisi normal.

"Anda dapat melihat gelas itu setengah kosong atau setengah penuh. Berita buruknya adalah bahwa dalam sejarah kasus ini, virus menyerang bayi, menjangkau bayi, dan menyebabkan gejala. Kabar baiknya adalah pada akhirnya, bayi ini sangat pulih. Bayinya baik-baik saja secara klinis."

Bayi ini dipulangkan dari rumah sakit 18 hari kemudian.

 

4 dari 6 halaman

Studi Serupa di AS

Studi serupa sesungguhnya juga telah dilakukan pada seorang bayi perempuan di Texas, Amerika Serikat yang lahir prematur dari ibu positif COVID-19.

Dalam laporannya di jurnal The Pediatric Infectious Disease Journal, para dokter mengatakan bahwa temuan mereka juga menjadi bukti terkuat penularan SARS-CoV-2 intrauterin (dalam rahim) parah.

"Banyak bayi yang sekarang dilahirkan dari wanita hamil terdiagnosis SARS-CoV-2 dengan mayoritas bayi ini tanpa penyakit pernapasan atau bukti molekuler positif untuk SARS-CoV-2," kata salah satu penulis studi Amanda S. Evans.

"Studi kami adalah yang pertama kali mendokumentasikan penularan intrauterin infeksi selama kehamilan berdasarkan bukti imunohistokimia dan ultrastruktural dari infeksi SARS-CoV-2 dalam sel janin plasenta," ujarnya dikutip dari Science Daily.

 

 

5 dari 6 halaman

Data yang Masih Terbatas

Di hari kedua usianya, bayi Texas ini mengalami demam dan masalah pernapasan ringan. Para peneliti mengatakan, tidak mungkin gangguan tersebut disebabkan oleh kondisi prematurnya karena itu tidak ada hingga hari kedua dalam hidupnya.

Ia dinyatakan positif COVID-19 dan dirawat dengan oksigen tambahan selama beberapa hari. Usai 21 hari, ibu dan bayinya dipulangkan dalam kondisi baik.

Hasil pemeriksaan plasenta menunjukkan tanda-tanda peradangan jaringan. Tes khusus juga menemukan keberadaan partikel virus corona serta protein nukleokapsid SARS-CoV2 dalam sel plasenta janin. Temuan ini mengonfirmasi bahwa infeksi ditularkan dalam rahim, bukan selama atau setelah kelahiran.

Namun, data pada studi ini masih sangat terbatas.

"Transmisi intrauterin dari SARS-CoV-2 tampaknya menjadi peristiwa yang langka," kata Julide Sisman dan rekan-rekannya dari University of Texas Southwestern Medical Center, Dallas.

Mereka mengatakan, masih dibutuhkan studi lebih lanjut mengenai mekanisme dan faktor risiko penularan virus corona dalam kandungan serta pengaruh COVID-19 bawaan pada bayi.

 

6 dari 6 halaman

Ibu Hamil Tetap Harus Waspada

Banyak peneliti sesungguhnya tengah melakukan penelitian terhadap potensi penularan COVID-19 dari ibu hamil ke anaknya.

Pada bulan Juli, peneliti dari Italia yang mempelajari 31 wanita dengan COVID-19 dan melahirkan pada Maret hingga April, menemukan tanda-tanda virus dalam beberapa sampel darah tali pusat, plasenta, dan satu kasus pada ASI.

Jane van Dis, spesialis kandungan dari Maven, perusahaan kesehatan digital wanita dan keluarga mengatakan bahwa meski mekanisme infeksi ada di dalam rahim, namun kasusnya masih sangat jarang.

"Jumlah bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan COVID-19 positif yang tidak menunjukkan tanda-tanda klinis atau tanda-tanda infeksi di laboratorium, sangat banyak," ujarnya dikutip dari USA Today.

 Mengingat potensinya, Ashley Roman, spesialis kehamilan dari NYU Langone Health mengatakan bahwa yang terpenting bagi ibu hamil adalah tetap menjaga jarak, menggunakan masker, dan mencuci tangan.

"Wanita tidak perlu terputus dari masyarakat sepenuhnya, tetapi mereka harus waspada tentang dampak terkena COVID-19 pada kesehatan mereka sendiri dan kehamilan." 

Terkait temuan di Prancis, De Luca mengatakan: "Dokter harus menyadari bahwa ini mungkin terjadi. Itu tidaklah umum, bisa dipastikan, tetapi itu mungkin terjadi dan itu haris dipertimbangkan dalam pekerjaan klinis."