Liputan6.com, Eropa - Virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 tidak hanya menyerang orang dewasa, anak juga. Dan, belum lama ini studi berskala besar di Eropa mengungkap angka kematian Corona pada anak, yakni sekitar satu persen.
Dari studi ini, ada empat pasien anak yang meninggal karena COVID-19 seperti mengutip laman Time, Rabu (15/7/2020). Keempat pasien tersebut berusia lebih dari 10 tahun. Dua di antaranya sudah memiliki masalah kesehatan sebelumnya.
Baca Juga
Studi yang dipublikasikan di the Lancet Child & Adolescent Health pada 25 Juni 2020 terungkap bahwa mayoritas anak yang terinfeksi COVID-19 tidak membutuhkan perawatan intensif. Separuh dari pasien anak yang terinfeksi dirawat di rumah sakit tapi hanya delapan persen yang membutuhkan perawatan intensif.
Advertisement
Data ini dianalisis dengan mengumpulkan laporan dari hampir 600 dokter anak yang pernah menangani pasien COVID-19 di 21 negara di Eropa. Kasus COVID-19 terjadi pada bayi yang berusia tiga hari sampai 18 tahun.
Fakta menarik terungkap bahwa kasus Corona sedikit lebih banyak menimpa anak laki-laki. Lalu, sekitar 75 persen pasien anak tidak memiliki masalah kesehatan sebelumnya.
Mengingat banyak kasus COVID-19 pada anak tanpa gejala dan kasus ringan sehingga tidak perlu perawatan medis sejak awal, bisa jadi kasusnya lebih banyak dari yang terungkap. Apalagi, sekitar 16 persen pasien Corona anak tidak menunjukkan gejala.
"Mereka terdeteksi COVID-19 sebab memiliki kontak dekat dengan orang yang terinfeksi," kata peneliti.
Saksikan juga video berikut ini:
Bayi Satu Bulan Lebih Mungkin Perlu Perawatan Intensif
Peneliti juga mengungkapkan bahwa bayi kurang dari satu bulan yang lebih mungkin memerlukan perawatan intensif bila terkena COVID-19.
Lalu, data menunjukkan anak laki-laki lebih banyak yang memerlukan perawatan intensif. Hal ini juga terjadi pada orang dewasa.
Menurut peneliti, adanya ko-infeksi dengan virus lain seperti influenza maupun strain virus Corona lain turut meningkatkan keparahan penyakit pada anak.
"Diprediksi pada musim dingin 2020-2021 ketika banyak kasus infeksi saluran pernapasan, kasus keparahan penyakit COVID-19 meningkat," kata peneliti.
Advertisement