Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyoroti kasus positif COVID-19 di Tanah Air yang bertambah signifikan, sebanyak 2.567 pada Kamis, 9 Juli 2020.
Menurutnya, hal ini adalah lampu merah mengingat jumlah tersebut adalah penambahan tertinggi sejak awal COVID-19 terdeteksi di Indonesia pada Maret lalu.
Baca Juga
"Perlu saya ingatkan ini sudah lampu merah lagi. Hari ini secara nasional kasus positif ini tinggi sekali. Hari ini, 2.657," kata Jokowi saat melakukan kunjungan ke Posko Penanganan COVID-19 di Kalimantan Tengah, Kamis (9/7/2020) sore.
Advertisement
Penambahan kasus harian yang signifikan juga terjadi akhir-akhir ini. Pada 19 Juli, penambahan kasus harian mencapai 1.639 kasus sehingga totalnya menjadi 86.521.
Melihat peningkatan kasus akhir-akhir ini, Epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Dr Pandu Riono MPH PhD berpendapat bahwa masyarakat harus memposisikan diri di posisi merah atau waspada tinggi.
“Kita di posisi merah, waspada tinggi dan semuanya harus memakai masker ke mana pun kita pergi,” ujar Pandu melalui sambungan telepon, Senin (20/7/2020).
Ia menambahkan, pemakaian masker memang efektif jika dipakai rutin dengan cara yang benar. Selain itu, masyarakat juga perlu tahu bahwa Indonesia masih dalam keadaan pandemi COVID-19 sehingga tingkat kewaspadaan tidak boleh turun.
“Masyarakat harus waspada, jangan dibuai, jangan dibohongi. Sekarang kita itu pandeminya sangat tinggi, kita harus takut, jangan pakai istilah-istilah ditentramkan. Masyarakat itu harus siaga dalam kesiapan perang dan dalam kesiapan tinggi.”
Simak Video Berikut Ini:
Virus Tak Mengenal Zona
Pandu juga memberi tanggapan terkait istilah zona bagi wabah COVID-19. Menurutnya istilah ini kurang tepat mengingat wabah tidak mengenal zona.
“Virus kan enggak mengenal zona, jadi mengikuti pergerakan manusia. Jadi istilah itu tidak ada gunanya karena setiap hari akan berubah.”
Menurutnya, istilah zona itu seharusnya tidak dipakai dalam mengendalikan pandemi melainkan dalam penanganan ekonomi.
“Kalau pakai zona ya otomatis berubah terus karena sifatnya dinamis. Jadi salah kaprah penanggulangan pandemi di Indonesia hanya karena istilah itu. Pakai istilah kewaspadaan,” pungkasnya.
Advertisement