Liputan6.com, Bandung Tim Sapu Bersih (Saber) Hoaks Jawa Barat menerima 2.881 aduan masyarakat soal informasi COVID-19. Jumlah itu diterima dalam kurun waktu Januari 2020 hingga Juni 2020. Setelah ditulusuri lebih dari separuh informasi itu adalah hoaks.
Menurut Koordinator Tim Sapu Bersih Hoaks Jawa Barat Retha Aquila Rahadian setelah diklarifikasi dari total aduan itu sebanyak 1.855 aduan merupakan hoaks (berita bohong). Sebaran hoaks COVID-19 tergolong cepat karena beredar melalui media sosial dan aplikasi percakapan.
Baca Juga
"Setelah kami klarifikasi, 1.855 aduan adalah hoaks. Sisanya benar. Puncak aduan ada di bulan Maret. Untuk April dan Mei sudah turun. Juli sudah mulai melandai," ujar Retha dalam keterangan resminya ditulis Bandung, Jumat, 24 Juli 2020.
Advertisement
Masyarakat dapat melaporkan dan mengklarifikasi informasi apapun khususnya COVID-19, otoritasnya menyediakan nomor hotline dan WhatsApp di nomor 08211-8670-700, Twitter, Instagram, dan LINE @jabarsaberhoaks, serta Facebook @official.jabarsaberhoaks yang dapat diakses masyarakat. Gunanya membuka banyak pintu supaya memudahkan masyarakat menyampaikan aduan.
Retha menyebutkan tema hoaks terus berganti dari waktu ke waktu. Jika pada awal pandemi COVID-19, hoaks membicarakan soal kebijakan karantina wilayah atau lockdown, saat ini hoaks didominasi terkait penanganan COVID-19. Salah satunya hoaks penyemprotan racun pembasmi COVID-19 melalui helikopter.
"Masyarakat harus lebih teliti dan kritis. Kritis dalam arti penasaran. Apakah informasi ini benar atau tidak. Kemudian, jangan sembarang meneruskan informasi yang belum dipastikan kebenarannya," ucap Retha.
Simak juga Video Menarik Berikut Ini
Hoaks, Picu Kebingungan di Masyarakat
Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (Unisba) Santi Indra Astuti memaparkan sejumlah dampak buruk dari hoaks. Pertama jelas Santi, merusak ekosistem informasi yang memicu kebingungan di masyarakat.
Sebab kata Santi, masyarakat tidak bisa membedakan mana informasi yang valid dan tidak.
"Belakangan ketahuan informasinya tidak valid alias hoaks. Tapi, energi terlanjur tercurah untuk mengurusi informasi yang tidak benar," terang Santi.
Santi menjelaskan, hoaks dapat membuat masyarakat salah mengambil keputusan, khususnya terkait COVID-19. Misalnya warga yang menolak untuk berobat karena percaya pada hoaks.
Santi menegaskan hoaks membuat orang mengambil keputusan yang salah dan berakibat fatal bagi kehidupan. Santi memberikan solusi unuk mengatasi mengatasi hoaks.
“Berhati-hatilah dengan narasi yang provokatif dan berlebihan. Hoaks kerap menggunakan kalimat-kalimat sensasional dengan maksud mendiskreditkan satu pihak,” tutur Santi.
Maka itu kata Santi, jika melihat berita dengan narasi atau judul provokatif, masyarakat sebaiknya mencari informasi lain yang serupa dari situs daring resmi atau media arus utama. Ciri hoaks lainnya adalah ajakan untuk memviralkan.
Usai itu, langkah selanjutnya beber Santi yaitu validasi atau verifikasi informasi. Informasi itu bisa dibuktikan atau tidak.
“Ada sumbernya atau tidak. Biasanya kalau hoaks itu menyertakan link. Cek link-nya. Apakah memang seperti itu," ungkap Santi.
Advertisement
Sulit Kenali Hoaks atau Bukan? Laporkan
Jika sulit membaca tanda-tanda hoaks lanjut Santi, masyarakat sebaiknya mengklarifikasi informasi ke situs maupun instansi cek fakta, salah satunya ke Tim Sapu Bersih Hoaks Jawa Barat. Sebenarnya terang Santi, terdapat banyak cara yang bisa dilakukan untuk agar tidak terjebak hoaks.
Santi menyebutkan hoaks soal COVID-19 harus dilawan bersama-sama. Semua masyarakat dapat menjadi hoaks buster dengan melakukan klarifikasi manakala melihat hoaks tersebar di media sosial atau aplikasi percakapan.
"Kalau lihat hoaks, jangan diam saja, tapi laporkan dan klarifikasi. Jadi, tidak ada gunanya, kita tahu informasi ini bohong, tapi itu hanya berhenti pada diri sendiri. Kita harus mengimbangi hoaks dengan mempublikasikan hasil klarifikasi hoaks yang beredar," tukas Santi.
Tim Sapu Bersih Hoaks Jawa Barat mengatakan informasi bohong atau hoaks COVID-19 mengalir deras selama pandemi. Imbasnya, kepanikan warga akibat pandemi meningkat.